REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) mengatakan bahwa orang Israel berhak hidup damai di tanah mereka sendiri. Ini menjadi pertanda baru bahwa hubungan antara Riyadh dan Tel Aviv tampak semakin dekat.
Pernyataan itu dibuat dalam wawancara dengan sebuah majalah Amerika Serikat (AS) The Atlantic yang terbit pada Senin (1/4).Ketika ditanya apakah dia yakin orang-orang Yahudi memiliki hak untuk negara-bangsa di setidaknya bagian dari tanah air leluhur mereka, Mohammed bin Salman seperti dikutip mengatakan:
"Saya yakin orang Palestina dan Israel memiliki hak untuk memiliki tanah mereka sendiri. Tetapi kita harus memiliki perjanjian damai untuk menjamin stabilitas bagi semua orang dan memiliki hubungan normal."
Arab Saudi yang merupakan tempat kelahiran Islam dan rumah bagi situs-situs tersuci itu pada dasarnya tidak mengakui Israel. Negara itu telah mempertahankan sikap selama bertahun-tahun bahwa normalisasi hubungan bergantung pada penarikan Israel dari tanah Arab.
"Kami memiliki keprihatinan tentang nasib masjid suci di Yerusalem dan tentang hak-hak orang Palestina. Ini adalah apa yang kami miliki. Kami tidak memiliki keberatan terhadap orang lain," kata Pangeran Mohammed yang sedang melakukan tur ke Amerika.
Peningkatan ketegangan antara Teheran dan Riyadh telah memicu spekulasi bahwa kepentingan bersama dapat mendorong Arab Saudi dan Israel untuk bekerja bersama melawan apa yang mereka lihat sebagai ancaman umum, Iran. "Ada banyak kepentingan yang kami bagi dengan Israel dan jika ada perdamaian, akan ada banyak kepentingan antara Israel dan negara-negara Dewan Kerjasama Teluk," tambah Pangeran Mohammed.
Arab Saudi membuka wilayah udaranya untuk pertama kalinya ke penerbangan komersial ke Israel bulan lalu. Seorang pejabat Israel memujinya sebagai hal bersejarah setelah upaya yang dilakukannya selama dua tahun.
Pada November, seorang anggota kabinet Israel mengungkapkan kontak terselubung dengan Arab Saudi. Ini adalah pengakuan yang jarang dari transaksi rahasia yang lama dirumorkan, yang masih disangkal oleh Riyadh.
Arab Saudi mengutuk tindakan Presiden AS Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel tahun lalu. Tetapi para pejabat Arab mengatakan pada saat itu bahwa Riyadh tampaknya berada 'satu kapal' dengan strategi AS yang lebih luas untuk rencana perdamaian Israel-Palestina yang masih dalam tahap awal fase pengembangan.