Selasa 03 Apr 2018 19:22 WIB

Suriah dan Rusia Ultimatum Militan

Oposisi diminta menerima peraturan pemerintah atau hengkang dari Suriah.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Nur Aini
 Foto ini dirilis oleh kantor berita resmi Suriah SANA, menunjukkan pasukan pemerintah Suriah mengawasi evakuasi para pejuang dan keluarga mereka dari kota terkepung Douma, sebelah timur Damaskus, Suriah, pada Senin, 2 April 2018.
Foto: SANA/AP
Foto ini dirilis oleh kantor berita resmi Suriah SANA, menunjukkan pasukan pemerintah Suriah mengawasi evakuasi para pejuang dan keluarga mereka dari kota terkepung Douma, sebelah timur Damaskus, Suriah, pada Senin, 2 April 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, GHOUTA -- Presiden Suriah Bashar al Assad mengultimatum kelompok oposisi yang menduduki kawasan timur laut Damaskus. Assad bersama sekutunya, Rusia memerintahkan oposisi harus segera menerima peraturan yang dibuat pemerintah atau meninggalkan negara.

Ultimatum yang dibuat pemerintah Rusia itu ditujukan kepada militan atau oposisi di kawasan timur Qalamoun. Peringatan tersebut disampaikan militer melalui warga sipil yang tinggal di daerah tersebut usai bertemu dengan seorang kolonel tentara Rusia dan seorang perwira Intelijen Angkatan Udara Suriah.

Kawasan terpisah dengan Ghouta Timur itu merupakan salah satu daerah yang juga menjadi fokus serangan pemerintah dalam beberapa pekan terakhir. Perlawanan di kawasan telah membuat ribuan anggota oposisi hengkang melintasi perbatasan Turki.

Pengepungan yang dilakukan militer Suriah di timur Qalamoun dilakukan terhadap sejumlah kota dan beberapa wilayah pegunungan. Pemerintah menghendaki oposisi untuk menyerahkan persenjataan mereka kepada pemerintah Suriah.

"Pesan secara jelas telah di sampaikan kepada kelompok Free Syrian Army (FSA) yang ada dikawasan, baik rekonsiliasi dan pelucutan senjata, menyerahkan senjata kepada pemerintah Suriah seperti yang diminta Rusia atau meninggalkan Qalamoun timur," kata Martir Ahmad Abdo, Said Saif pada Selasa (3/4).

Saif mengatakan, oposisi telah membuat proposal terkait lokasi milisi akan mundur dari kota menuju kawasan pegunungan dan meninggalkan warga sipil. Permohonan itu hingga saat ini belum mendapat respon dari pemerintah Rusia.

Menurut Saif, langkah tersebut diambil oposisi guna menghindari pemindahan paksa oleh pemerintah Suriah. Kendati, dia mengatakan, perginya oposisi dari kawasan dikhawatirkan akan membuat warga rentan terhadap serangan oleh kelompok militan semisal Front Nusra atau ISIS.

Hingga saat ini pemerintah telah mengontrol sebagian besar kawasan Suriah. Militer negara yang mendapat bantuan Rusia telah mengambil alih hampir seluruh kawasan dari tangan pemberontak di Ghouta Timur sejak kampanye militer diluncurkan pada Februari tahun ini.

Oposisi hanya menyisakan kota Dhouma sebagai benteng terakhir pertahanan oposisi dari Jaish al-Islam. Pemerintah telah menawarkan kesepakatan kepada kelompok tersebut untuk meninggalkan kawasan dengan damai.

Kendati, kelompok opisisi menegaskan akan mempertahankan Dhouma meski tidak mengincar pendirian kawasan merdeka. Meski demikian, seorang sumber mengatakan, oposisi menginginkan kesepakatan rekonsiliasi dengan pemerintah dengan tetap memperhatikan layanan keamanan di kawasan.

Sumber tersebut mengatakan, pemerintah telah memberikan batas waktu bagi kelompok tersebut untuk meninggalkan Douma. Namun, mereka tidak merinci kapan batas waktu yang telah ditentukan tersebut. Namun, pemerintah menegaskan ingin membersihkan kawasan dari oposisi militan.

Baca juga: Niat Trump Tarik Tentara dari Suriah Disambut Rusia

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement