REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Bank makanan Jerman akan kembali membuka layanan bagi warga asing pada pekan depan. Kebijakan itu diambil setelah terjadi perdebatan nasional mengenai pengungsi dan kemiskinan.
Bank makanan itu terdapat di kota Essen bagian barat. Inovasi mencuri perhatian media internasional. Dukungan penuh pun datang dari warga Jerman yang tercermin dalam peningkatan sumbangan. Namun, layanan bank makanan Jerman untuk warga migran sempat mendapat kecaman publik.
Kecaman publik itu berawal dari kebijakan Jerman tiga tahun lalu yang menyambut lebih dari satu juta pengungsi. Direktur sukarelawan bank makanan Essener Tafel, Jorg Sarton, mengatakan pihaknya mengubah kebijakan awal karena proporsi warga asing yang meminta layanan di bank makanan meningkat. Proporsi warga asing menjadi tiga perempat dari kliennya, yang awalnya hanya sepertiganya.
Namun pada Rabu (4/4), Ketua Organisasi Tafel Nasional Jochen Bruhl yang mengawasi jaringan 934 bank makanan, tampak tertarik untuk kembali membuka layanan bagi warga asing. Bank makanan Essen itu memiliki 120 sukarelawan dan mendistribusikan makanan kepada hampir 6.000 orang. Bank makanan akan menolak sekitar 60 penerima dari non-Jerman per pekan per satu tempat. Tetapi, layanan akan terus dibuka bagi warga asing yang sudah tercatat.
Para pengkritik mengatakan organisasi semacam itu seharusnya membuat keputusan berdasarkan kebutuhan, bukan pada kewarganegaraan. Tetapi banyak orang Jerman memuji keputusan Bank makanan Essen, dengan alasan bahwa ketika berkenaan dengan pelayanan sosial, orang Jerman yang miskin harus didahulukan.
Keputusan untuk membuka kembali layanan untuk semua penerima diambil oleh perwakilan dari bank makanan dan kota. Pengumuman itu mengatakan jika pembatasan perlu dilakukan, prioritas akan diberikan kepada orang tua dan keluarga dengan anak-anak muda yang tidak akan ditentukan atas dasar kebangsaan.
"Kami sekarang harus berbicara tentang fakta bahwa bank-bank makanan bukan masalah, kemiskinan (adalah masalah yang sebenarnya)," kata Bruhl.