Selasa 10 Apr 2018 08:37 WIB

Perang Kata-Kata Washington Vs Moskow di DK PBB

Kata-kata dari perwakilan Rusia maupun AS dan sekutunya sama-sama keras dan suram.

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Joko Sadewo
Sidang DK PBB. (ilustrasi)
Foto: afp
Sidang DK PBB. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perang kata-kata terjadi antara Washington dan Moskow saat dilakukan pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB pada Senin (9/4). Pertemuan itu digelar karena dicurigai adanya serangan gas beracun di kota yang dikuasai pemberontak di Suriah.

Sidang darurat itu diprakarsai oleh Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis dan enam negara lainnya. Mereka memintanya setelah tim penyelamat dan petugas medis mengatakan serangan gas beracun beracun di Douma pada hari Sabtu menewaskan puluhan orang, termasuk banyak anak-anak dan perempuan.

Ketika kejatuhan berlanjut pada Senin, duta besar AS untuk PBB Nikki Haley, mengatakan pada pertemuan mendesak itu bahwa Washington siap untuk menanggapi serangan tersebut, tanpa menghiraukan Dewan Keamanan bertindak atau tidak.

"Kami telah mencapai saat ketika dunia harus melihat keadilan dilakukan," kata Haley, dengan nada yang suram dan mengancam.

"Sejarah akan mencatat ini, saat ketika Dewan Keamanan melepaskan tugasnya atau menunjukkan kegagalannya dan sepenuhnya untuk melindungi rakyat Suriah," katanya. "Bagaimanapun, Amerika Serikat akan merespons."

Pemerintah Suriah Presiden Bashar al-Assad dan sekutunya Rusia telah menyebut tuduhan itu palsu. Beberapa saat sebelum Haley berkomentar, mitranya dari Rusia Vassily Nebenzia menyebut tuduhan serangan kimia sebagai berita palsu. Dia mengatakan Rusia siap untuk menerbangkan inspektur senjata ke situs tersebut untuk melihat sendiri.

Nebenzia memperingatkan bahwa tindakan militer apa pun terhadap pemerintah Suriah dapat berakibat buruk. "AS, Prancis, dan Inggris membuat retorika yang mengundang perang dan kesembronoan terhadap negara saya. Kurangnya strategi yang jelas bagi Suriah adalah mengerikan," ujarnya, dilaporkan Aljazirah.

Mike Hanna dari Aljazirah, yang melaporkan dari markas besar PBB di New York, mengatakan bahwa dia melihat narasi yang berbeda dan eskalasi retorika yang menyebabkan perpecahan di dalam Dewan Keamanan.

"Pernyataan dari duta besar Rusia sangat kasar daripada yang telah didengar di Dewan Keamanan untuk jangka waktu yang lama," katanya. "Tanggapan dari AS dan sekutunya sama-sama keras dan suram, jadi tentu saja ada tingkat perdebatan dalam dewan yang mungkin lebih kasar, lebih konfrontatif dan kurang konstruktif daripada yang pernah kami dengar sebelumnya."

Sementara itu, utusan PBB untuk Suriah Staffan de Mistura mengeluarkan seruan mendesak untuk persatuan dan adanya tindakan dalam pertemuan darurat itu."Saya mendesak Dewan Keamanan, sesuai dengan mandatnya sendiri, untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional dan menjunjung hukum internasional untuk, demi Tuhan, memastikan mekanisme ditemukan untuk menyelidiki tuduhan ini dan tanggung jawab atribut."

Sebelumnya pada Senin, Presiden AS Donald Trump berjanji untuk segera mengumumkan keputusan besar atas serangan itu, sementara timpalannya dari Rusia, Vladimir Putin, memperingatkan terhadap provokasi.

Dalam sebuah pernyataan, Kremlin mengatakan Putin telah mengadakan percakapan telepon dengan Kanselir Jerman Angela Merkel, di mana kedua pemimpin bertukar pendapat tentang situasi di Suriah, termasuk tuduhan terhadap Damaskus oleh sejumlah negara Barat menggunakan senjata kimia. "Pihak Rusia menekankan tidak bisa menerima provokasi dan spekulasi mengenai masalah ini," kata Kremlin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement