Rabu 11 Apr 2018 09:47 WIB

Sejarah Peluncuran Apollo 13 ke Bulan

Apollo 13 membawa tiga orang astronot.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Apollo 13
Foto: Nasa.gov
Apollo 13

REPUBLIKA.CO.ID, FLORIDA -- Pada 11 April 1970, Apollo 13, misi pendaratan bulan ketiga NASA, berhasil diluncurkan dari Cape Canaveral, Florida. Pesawat ruang angkasa itu membawa astronot James A. Lovell, John L. Swigert, dan Fred W. Haise.

Tujuan pendaratan Apollo 13 adalah dataran tinggi Fra Mauro di bulan, tempat para astronot harus menjelajahi Cekungan Imbrium dan melakukan eksperimen geologi. Namun setelah tangki oksigen pesawat meledak pada 13 April malam, tujuan utama misi berubah yaitu bagaimana agar kru Apollo 13 bisa kembali ke bumi dengan selamat.

Dilansir di History, pada 13 April pukul 21.00 waktu AS, Apollo 13 hanya berjarak lebih dari 200 ribu mil dari bumi. Para kru baru saja menyelesaikan siaran televisi dan sedang memeriksa Aquarius, Landing Module (LM) atau modul pendaratan.

Keesokan harinya, Apollo 13 direncanakan akan memasuki orbit bulan. Lovell dan Haise akan menjadi orang kelima dan keenam yang berjalan di bulan. Akan tetapi pada pukul 21.08, rencana pendaratan hancur ketika sebuah ledakan mengguncang Apollo 13.

Tangki oksigen No. 2 meledak dan mematikan pasokan oksigen, listrik, cahaya, serta air. Lovell kemudian melaporkan ke pusat kontrol misi, "Houston, kami punya masalah di sini," dan kru bergegas mencari tahu apa yang telah terjadi.

Beberapa menit kemudian, Lovell melihat keluar jendela sebelah kiri, pesawat luar angkasa itu mengeluarkan gas, yang ternyata adalah oksigen dari pesawat utama, Command Module (CM). Misi pendaratan akhirnya dibatalkan.

Ketika CM kehilangan tekanan, sel bahan bakarnya juga mati. Satu jam setelahnya, pusat kontrol misi memerintahkan kru untuk pindah ke LM, yang memiliki cukup cadangan oksigen, dan menggunakannya sebagai sekoci. CM ditinggalkan, tetapi harus dibawa kembali ke bumi.

LM dirancang untuk mengangkut astronot dari CM yang mengorbit, untuk mendarat ke permukaan bulan dan kembali lagi ke CM. Agar kru Apollo 13 bisa kembali ke bumi dengan selamat, LM harus mendukung tiga orang astronot setidaknya selama 90 jam dan berhasil menavigasi sejauh lebih dari 200 ribu mil.

Untuk menyelesaikan perjalanan panjangnya, LM membutuhkan energi dan air pendingin. Penghapusan karbondioksida juga menjadi masalah, karena tabung hidroksida litium persegi dari CM tidak kompatibel dengan bukaan bulat dalam sistem LM. Kru kemudian membangun adaptor dadakan dari bahan yang dikenal sebagai onboard, dan awak berhasil menyalin model tabung LM.

Navigasi juga menjadi masalah besar. LM tidak memiliki sistem navigasi yang canggih, dan para astronot serta pusat kontrol misi harus bekerja dengan tangan untuk mengubah propulsi dan arah yang diperlukan.

Pada 14 April, Apollo 13 mengitari bulan. Swigert dan Haise berhasil mengambil gambar, sementara Lovell berbicara dengan pusat kontrol misi tentang manuver yang paling sulit, pembakaran mesin lima menit yang akan memberikan cukup kecepatan kepada LM untuk kembali ke bumi sebelum energinya habis.

Selama tiga hari berikutnya, Lovell, Haise, dan Swigert masih meringkuk di CM yang membeku. Pusat kontrol misi dengan panik mencoba mengembangkan prosedur yang akan memungkinkan astronot untuk menghidupkan kembali CM untuk masuk kembali ke bumi.

Pada 17 April, koreksi navigasi pada menit terakhir dilakukan dengan menggunakan bumi sebagai panduan penyelarasan, bukan matahari. Kemudian CM yang telah direpresi berhasil dinyalakan setelah sempat tidur panjang dan membeku.

Pesawat ruang angkasa itu masuk kembali ke atmosfer bumi. Pusat kontrol misi khawatir perisai panas CM akan rusak dalam kecelakaan itu, tetapi setelah empat menit, parasut Apollo 13 akhirnya terlihat, dan para astronot mendarat dengan aman ke Samudra Pasifik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement