REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman mengatakan negaranya siap mendukung operasi militer Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat (AS) di Suriah. Hal ini ia ungkapkan pada sesi konferensi pers bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Selasa (10/4).
Dalam kesempatan tersebut Macron mengatakan negaranya akan segera memutuskan respons apa yang akan dilakukan terhadap pemerintah Suriah terkait dugaan serangan senjata kimia di Ghouta Timur. "Prancis akan memutuskan dalam beberapa hari mendatang mengenai tanggapan yang kuat bersama dengan AS dan Inggris terhadap penggunaan gas beracun yang menewaskan lebih dari 40 warga sipil di Douma," kata Macron, dikutip laman Al Araby.
Pangeran Mohammed pun menyatakan dukungannya terhadap Prancis, Inggris, dan AS. Jika ketiga negara memutuskan untuk mengambil opsi militer terhadap pemerintah Suriah, Saudi siap membantu. "Jika diperlukan oleh aliansi dan mitra kami, kami akan ada di sana," ujarnya.
Baca juga:
Putra Mahkota Saudi Temui Organisasi Pro-Israel di AS
Putra Mahkota Saudi Digugat ke Pengadilan Prancis
Pekan lalu, serangan gas beracun terjadi di Douma, Ghouta Timur, Suriah. Serangan tersebut dilaporkan telah menewaskan lebih dari 50 warga sipil. Pemerintah Suriah dituding bertanggung jawab atas terjadinya serangan mematikan itu.
Tuduhan ini telah dibantah Damaskus dan sekutunya Rusia. "Kami jelas membantah informasi ini (serangan senjata kimia di Douma)," kata Kepala Pusat Perdamaian dan Rekonsiliasi Rusia di Suriah Mayor Jenderal Yuri Yevtushenko pada Ahad (8/4).
Ia mengatakan akan membuktikan bahwa informasi tentang serangan senjata kimia di Douma keliru. "Kami dengan ini mengumumkan bahwa kami siap mengirim ahli Rusia dalam bidang radiasi, pertahanan kimia, dan biologi, untuk mengumpulkan informasi, segera setelah Douma dibebaskan dari milisi. Ini akan mengonfirmasi sifat palsu dari laporan ini," kata Yevtushenko.
Douma memang wilayah yang masih dikuasai kelompok pemberontak. Sejak beberapa bulan terakhir, pasukan Suriah dan Rusia mengintensifkan serangannya ke Ghouta Timur guna membebaskan daerah tersebut dari kekuasaan milisi pemberontak.