REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Sebuah kapal yang membawa 70 Muslim Rohingya berangkat ke Malaysia dari Myanmar pekan ini, menurut dua sumber dan satu kelompok hak asasi.
Kapal itu akan menjadi yang kedua tiba di Malaysia bulan ini saat warga Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine, Myanmar. Mereka berlayar sebelum musim hujan pada Mei membawa badai di laut yang dapat membahayakan hidup mereka.
"Perahu akan tiba di perairan Malaysia pada minggu depan, dengan asumsi kapal tersebut tidak datang dalam keadaan bahaya atau membuat pendaratan di Thailand," kata Matthew Smith, pendiri Fortify Rights.
Dia menambahkan kelompok itu telah menerima laporan tentang keberangkatan kapal tersebut pada 12 April. "Ini adalah perjalanan yang sangat berbahaya," kata Smith.
Para penumpang terancam kekurangan makanan, air, dan ruang gerak, serta kapalnya berisiko terbalik. Kapal itu meninggalkan Sittwe, ibu kota negara bagian Rakhine, pada jam-jam dini hari Kamis, setelah awalnya dihentikan pihak berwenang, menurut dua sumber yang mengetahui masalah tersebut, yang meminta untuk tidak disebutkan identitasnya mengingat topiknya sensitif.
Kondisi cuaca maupun penolakan pihak berwenang dapat membawa perahu ke perairan Thailand atau Indonesia, menurut salah satu sumber. Juru bicara pemerintah Myanmar tidak segera menanggapi panggilan telepon untuk dimintai keterangan.
Bulan lalu, nelayan Indonesia menyelamatkan sedikitnya lima Muslim Rohingya dari Pulau Sumatra, dengan media yang mengatakan lima orang lagi tewas di laut. Sejak Agustus, hampir 700 ribu Muslim Rohingya telah melarikan diri dari tindak keras brutal militer di Myanmar ke negara tetangga Bangladesh, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lembaga bantuan.
Para pengungsi telah melaporkan pembunuhan, perkosaan dan pembakaran dalam skala besar. Amerika Serikat dan PBB telah menyebut situasi tersebut sebagai pembersihan etnis.
Myanmar membantah hampir semua tuduhan, dan mengatakan pihaknya melancarkan operasi kontra-pemberontakan yang sah. Pemerintah telah mengatakan bahwa tindak keras tentara diprovokasi oleh serangan militan Rohingya di lebih dari dua puluh pos polisi dan pangkalan militer Agustus lalu.
Badan pengungsi PBB mengatakan, kondisi di Myanmar belum siap bagi pengungsi Rohingya untuk pulang.
Myanmar mengatakan siap menerima para pengungsi, dengan salah satu menteri pekan ini yang mengatakan kepada para pengungsi di Bangladesh untuk melupakan masa lalu dan bersiap untuk kembali ke tempat tinggal mereka sendiri.
Beberapa pengungsi mengatakan mereka takut kembali karena penganiayaan yang mereka terima.
Puluhan ribu orang Rohingya melarikan diri dari Myanmar melalui lautan menyusul pecahnya kekerasan sektarian di Rakhine pada 2012. Eksodus mencapai puncaknya pada 2015, ketika diperkirakan 25.000 orang melarikan diri melintasi Laut Andaman ke Thailand, Malaysia dan Indonesia, banyak dari mereka tenggelam di kapal yang tidak aman dan kelebihan muatan.