REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- "Saya harap, hari ketika saya dapat mengambil gambar ini di atas langit, bukannya di atas bumi, akan tiba! Nama saya Yaser, saya berusia 30 tahun, tinggal di Kota Gaza dan tidak pernah bepergian selama hidup saya."
Itulah pesan terakhir Yaser Murtaja, wartawan Palestina pada 24 Maret 2018 di Facebook-nya. Dua pekan kemudian, pesan yang juga seakan berisi doa dari juru kamera Ain Media itu seolah-olah menjadi kenyataan setelah peluru tajam tentara Israel menembus perutnya pada 6 April dan menewaskannya keesokan harinya.
Bersama dengan rekan wartawan Palestina lain, Yaser yang juga pendiri Kantor Berita Ain Media, yang berbasis di Gaza, meliput unjuk rasa warga Palestina atas penjajahan Israel. Unjuk rasa itu dinamakan "Pawai Akbar Kepulangan" pada 30 Maret di sepanjang perbatasan Gaza dengan wilayah caplokan.
Dalam menghadapi gerakan rakyat Palestina itu, Israel menempatkan beberapa penembak gelap untuk menghentikan gerak mereka menembus perbatasan.
Yaser adalah korban tewas ke-29 warga Palestina dalam unjuk rasa itu. Demonstrasi diikuti sekitar 30 ribu orang di Jalur Gaza sepanjang 65 kilometer. Wilayah itu berbatasan dengan wilayah Palestina yang dirampas Israel.
Laporan Aljazirah pada 13 April 2018 menyebutkan setidak-tidaknya 34 warga Palestina dibunuh oleh tentara Israel, sementara 1.000 orang terluka sejak gerakan Hari Tanah Palestina digelar pada 30 Maret.
Warga Palestina di seluruh dunia memperingati Hari Tanah Palestina sejak 1976, ketika pasukan keamanan Israel menembak mati enam orang Arab Israel, yang menentang perampasan tanah milik Arab di Israel utara untuk membangun masyarakat Yahudi. Sekitar 100 orang terluka dan ratusan lagi ditangkap dalam unjuk rasa pada 30 Maret 1976 tersebut.
Unjuk rasa Hari Tanah Palestina pada 2018 itu direncanakan berakhir pada 15 Mei yang bertepatan dengan hari Nakba atau "malapetaka" bagi rakyat Palestina yang menandai pengusiran 750 ribuan warga Palestina oleh Zionis Israel selama perang Palestina pada 1948.