REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Perdana Menteri Turki Binali Yildirim menilai positif serangan udara yang diluncurkan AS dengan menargetkan fasilitas senjata kimia milik rezim pemerintahan Bashar Al-Assad di Suriah. Namun ia menyebut hal tersebut merupakan "tindakan yang sudah terlambat".
Berbicara di Kongres Reguler Keenam yang diselenggarakan oleh Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa di distrik Tuzla, Istanbul, Yildirim mengatakan serangan tersebut memberikan dampak terhadap masyarakat.
"(Serangan) Ini adalah respons terlambat terhadap rezim dan pembunuhan yang keji, yang menyebabkan kekejaman di wilayah tersebut," kata Yildirim seperti yang dilansir di Anadolu Agency, Ahad (15/4).
Namun, lanjut Yildirim, serangan tersebut merupakan langkah positif yang dilakukan oleh tiga negara sekutu yang melakukan penyerangan, yaitu AS, Inggris dan Prancis.
"Rezim Suriah telah melakukan hal yang sama selama tujuh tahun. Negara Barat tiba-tiba teringat akan penderitaan masyarakat ketika senjata kimia digunakan (oleh rezim Suriah)," tambah Yildirim.
Untuk itu, lanjutnya, Turki akan terus melindungi warga sipil dari semua pembunuh yang bertekad menghancurkan dan membantai masyarakat melalui senjata konvensional dan senjata kimia.
Seperti diketahui, Sabtu (14/4), AS, Inggris, dan Prancis melancarkan serangan udara ke kota Homs dan Damaskus, Suriah. Ketiga negara mengklaim serangan tersebut dilakukan sebagai respons atas dugaan penggunaan senjata kimia oleh pemerintah Suriah di Douma, Ghouta, pekan lalu.
Adapun target dari serangan udara ketiga negara adalah fasilitas-fasilitas militer yang menimbun bahan-bahan kimia. Namun sebuah fasilitas penelitian ilmiah di daerah Barzeh, Damaskus, turut hancur akibat serangan tersebut dan menewaskan 78 warga sipil serta melukai ratusan lainnya.