Selasa 17 Apr 2018 14:37 WIB

Militer Myanmar Masuk Daftar Hitam PBB

Kekerasan seksual militer Myanmar melibatkan ratusan tentara.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
F,27, ibu dari tiga anak, ini menjadi korban perkosaan militer Myanmar pada bulan Agustus. Kini dia berada di kamp pengungsian Kutupalong di Bangladesh
Foto: Wong May E/AP Photo
F,27, ibu dari tiga anak, ini menjadi korban perkosaan militer Myanmar pada bulan Agustus. Kini dia berada di kamp pengungsian Kutupalong di Bangladesh

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- PBB mencantumkan militer Myanmar ke daftar hitam kelompok yang diyakini melakukan kekerasan seksual di daerah konflik, Senin (16/4). Hal ini berkaitan dengan krisis Rohingya di negara bagian Rakhine.

"Ancaman luas dan penggunaan kekerasan seksual merupakan bagian integral dari strategi mereka (militer Myanmar), meneror, dan secara kolektif menghukum komunitas Rohingya sebagai alat yang diperhitungkan agar memaksa mereka melarikan diri dari tanah airnya dan mencegah mereka kembali," kata PBB dalam pernyataannya, dikutip laman Anadolu.

Razia Sultana, seorang pengacara dan advokat Rohingya nengatakan kepada dewan di markas PBB di New York, Amerika Serikat (AS), penggunaan kekerasan seksual militer Myanmar melibatkan ratusan tentara. Kekerasan seksual ini sebagian besar terjadi di negara bagian Rakhine.

"Skala dan keluasan seperti itu memberikan bukti kuat pemerkosaan direncanakan secara sistematis dan digunakan sebagai senjata melawan masyarakat saya," ujar Sultana.

Menurutnya, selain melakukan pemerkosaan, militer Myanmar yang dikenal dengan nama Tatmadaw, melakukan kejahatan lainnya terhadap para wanita Rohingya, yakni melukai alat vital mereka. "Pola mutilasi bagian pribadi wanita setelah pemerkosaan menunjukkan arahan khusus untuk menanamkan teror di antara orang-orang Rohingya, termasuk menghancurkan alat reproduksi mereka," kata Sultana.

photo
Militer Myanmar di negara bagian Rakhine yang merupakan wilayah Muslim Rohingya tinggal.

Sebanyak 15 duta besar negara anggota Dewan Keamanan PBB rencananya akan mengunjungi Myanmar pada 26 April. Mereka akan berada di sana hingga 2 Mei. Sultana memohon kepada para duta besar negara anggota Dewan Keamanan PBB untuk bertemu wanita dan gadis Rohingya ketika mereka mengunjungi Rakhine. Ia menilai pertemuan tersebut akan memberikan pemahaman mendalam tentang tragedi serta penderitaan yang mereka alami.

Gelombang pengungsi Rohingya ke Bangladesh dimulai pada Agustus tahun lalu. Hal itu terjadi setelah militer Myanmar menggelar operasi pemburuan terhadap gerilyawan Tentara Pembebasan Rohingya Arakan di Rakhine.

Namun alih-alih memburu anggota kelompok tersebut, personel militer Myanmar justru menyerang warga sipil Rohingya di sana. Para tentara disebut memberondong warga dengan tembakan kemudian membakar permukiman mereka. Ada pula laporan tentang pemerkosaan terhadap para perempuan Rohingya.

Setelah peristiwa tersebut, ratusan ribu etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.Myanmar dan Bangladesh menyepakati proses repatriasi Rohingya pada November 2017. Namun kesepakatan ini dianggap masih belum memadai karena Myanmar tidak menyatakan tentang jaminan keamanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement