REPUBLIKA.CO.ID, SOLO --- Negara-negara di Eropa sedang dihadapkan pada kondisi banyaknya anak-anak dari negara-negara konflik yang bermigrasi ke sejumlah negara Eropa. Aktivis konvensi hak-hak anak dari Swedia yang juga pengajar di Lund University , Bodil Rasmusson mengatakan konflik yang terus berkecambuk terutama di Timur Tengah membuat warga di negara konflik bermigrasi ke Eropa, tak terkecuali ke Swedia.
Tahun lalu saja, ada sekitar 160 anak yang tak lagi mempunyai orang tua bermigrasi ke Swedia. Meski demikian, Bodil tak menyebut pasti total anak imigran yang ada di Swedia. Bodil menyebut diantata anak imigran kebanyakan berasal dari Suriah dan Afghanistan.
"Ada masalah ketika banyak pengungsi datang dari negara-negara konflik. Pelanggaran terhadap anak, kemiskinan, anak-anak imigran ini perlu ditangani," tutur Bodil saat ditemui di Solo pada Jumat (20/4).
Menurut Bodil populasi anak-anak imigran di Swedia masih terbilang kecil dibanding dengan yang datang ke negara lain di Eropa seperti Jerman, Spanyol dan lainnya. Meski begitu, kata dia Pemerintah Swedia tak tinggal diam melihat banyaknya anak-anak imigran yang datang ke Swedia.
Dia menjelaskan Pemerintah Swedia mebuatkan hunian khusus bagi para anak imigran tersebut. Selain itu menjamin hak atas pendidikan dengan menyekolahkan anak-anak imigran. Pemerintah Swedia pun menyediakan fasilitas kesehatan bagi para anak imigran tersebut. Meski begitu Pemerintah Swedia memberikan batas waktu hingga usia 18 tahun bagi anak-anak imigran untuk menentukan pilihan kewarganegaraan.
"Sampai usia 18 tahun mereka boleh mengajukan menjadi warga negara, jika tidak bisa mereka akan kembali ke negaranya," kata dia.
Sementara kehadiran Bodil ke Indonesia untuk menjadi salah satu pembicara dalam konvensi hak-hak tentang anak sekaligus peluncuran Child Right Convention Global Network. Acara itu akan berlangsung di Universitas Muhammadiyah Surakarya (UMS) pada Sabtu (21/4).
Dengan diluncurkannya CRC Global Network diharapkan dapat mempermudan pertukaran informasi dan komunikasi antara agen-agen perubahan CRC dari berbagai negara peserta. Sejak 2003, telah ada 20 negara termasuk Indonesia yang mengirimkan agen perubahan untuk konvensi hak-hak anak.
Selain membahas permasalahan-permasalahan anak di tiap negara, hasil kegiatan tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan Pemerintah dalam kebijakan terkait hak-hak anak.