Senin 23 Apr 2018 18:51 WIB

Palestina Tuntut Israel Terkait Pelanggaran Antirasialisme

Israel mengeluarkan kebijakan dan melakukan praktik menggusur rakyat Palestina.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Warga Palestina menggelar demonstrasi anti-AS sambil membawa rekan mereka yang terluka terkena tembakan militer Israel, Jumat (22/12).
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Warga Palestina menggelar demonstrasi anti-AS sambil membawa rekan mereka yang terluka terkena tembakan militer Israel, Jumat (22/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Diplomat Palestina di markas PBB di Jenewa telah mengajukan tuntutan terhadap Israel atas pelanggaran kewajiban di bawah konvensi antirasialisme PBB. Tuntutan itu diserahkan oleh Duta Besar Palestina untuk PBB, Ibrahim Khraishi kepada badan yang memantau pelaksanaan konvensi PBB.

Khraishi menuduh Israel telah mengeluarkan kebijakan dan melakukan praktik yang bertujuan untuk menggusur rakyat Palestina. Israel diduga terus mempertahankan pendudukan kolonial.

Pelanggaran di wilayah pendudukan, yaitu di Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur, terus dilakukan karena Israel berusaha mempertahankan mayoritas demografi Yahudi di seluruh Palestina. Pernyataan tersebut tercantum dalam dokumen setebal 350 halaman, yang dilihat The Guardian dalam sebuah ringkasan.

"Tidak hanya tujuan rezim itu yang sangat diskriminatif dalam permukiman, tapi juga dikelola oleh sistem yang diskriminatif, yang sangat merampas hak-hak fundamental rakyat Palestina," tulis dokumen itu.

Israel meratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination pada 1979. Sementara Palestina, yang memperoleh status pengamat PBB lima tahun lalu, meratifikasinya pada 2014. Tuntutan ini diyakini sebagai tuntutan antarnegara pertama yang diajukan berdasarkan konvensi tersebut.

Konvensi itu dipantau oleh Committee on the Elimination of Racial Discrimination, sebuah badan yang terdiri dari 18 ahli independen yang sekarang bertugas untuk menyelidiki tuntutan. Meskipun komite tersebut tidak memiliki mekanisme penegakan, Israel akan diminta untuk menyerahkan penjelasan tertulis dalam waktu tiga bulan mengenai setiap perbaikan yang telah dilakukan. Komite kemudian dapat bergerak untuk menyelidiki klaim tersebut.

"Tuntutan itu tidak akan mencapai tingkat pengadilan," kata Ammar Hijazi, dari Kementerian Luar Negeri Palestina.

Namun dia mengatakan, temuan Israel telah melanggar konvensi akan mewajibkan penandatangan lain, termasuk AS untuk memastikan praktik tersebut tidak akan dilanjutkan. Tuntutan itu mengklaim, warga Palestina sangat terbatas dalam kebebasan bergerak dibandingkan dengan pemukim Israel. Warga Palestina juga harus tunduk pada penyitaan tanah mereka, termasuk pembongkaran rumah.

Hijazi mengatakan Israel telah melanggar kewajiban memberikan perlakuan yang sama dengan menggunakan sistem hukum terpisah untuk orang Palestina dan pemukim Israel. Israel memberikan hukuman maksimum yang lebih tinggi untuk terdakwa Palestina.

Israel dituduh telah melanggar pasal 3 dari konvensi tersebut yang melarang segregasi rasial dan apartheid. "Jelas tindakan Israel adalah bagian dari penindasan yang dilembagakan dan sistematis; yang memberikan perlakuan terpisah dan tidak adil kepada warga Palestina," kata dokumen itu.

The Guardian telah menghubungi kementerian urusan luar negeri Israel untuk berkomentar. Semua negara wajib menyampaikan laporan rutin kepada komite tentang bagaimana hak mereka ditegakkan. Laporan terbaru Israel, yang dirilis pada 2017, mengklaim mereka mengutuk semua bentuk rasialisme dan mempertahankan kebijakan yang konsisten yang melarang diskriminasi semacam itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement