REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Pasokan pangan darurat untuk sekitar satu juta warga Gaza akan habis pada Juni 2018 bila PBB tak berhasil menghimpun dana 200 juta dolar AS (Rp 2,8 triliun) yang dipangkas AS dari alokasi donasinya.
Ketua Komisoner Badan Pemulihan dan Penanganan Bencana PBB (UNWRA) Pierre Kraehenbuehl mengatakan, Presiden AS Donald Trump sempat akan menganggarkan bantuan 305 juta dolar AS (Rp 4,2 triliun), tapi realisasi pada Januari hanya 65 juta dolar AS (Rp 897 miliar). Kraehenbuehl melihat masyarakat Gaza sangat rentan.
"lau bantuan untuk sejuta orang tak tentu jumlahnya, Anda bisa bayangkan dampaknya," ungkap Kraehenbuehl seperti dikutip Reuters, Selasa (24/4).
UNRWA menargetkan, alokasi bantuan sebesar 465 juta dolar AS (Rp 6,5 triliun) untuk warga Gaza pada 2018 ini. Donasi dari negara-negara Kawasan Teluk, Norwegia, dan Kanada mencapai 200 juta dolar AS (Rp 2,8 triliun). Sementara AS dan negara-negara donor besar semula menjanjikan bantuan 365 juta dolar AS (Rp 5 triliun), tapi nyatanya hanya mendonasikan 60 juta dolar (Rp 828 miliar).
UNRWA mengajak komunitas internasional untuk berdonasi mengingat masih banyak area konflik lain yang juga butuh bantuan seperi Suriah dan Yaman. Kekurangan dana juga bisa berdampak pada terhentinya operasional sekolah-sekolah di Gaza dan Tepi Barat. Padahal, Agustus dan September, sekolah-sekolah di sana akan memasuki tahun ajaran baru. "Ini krisis terbesar yang pernah kami hadapi," Kraehenbuehl.
Kondisi di Palestina diperparah tekanan ekonomi oleh Israel dan blokade akses di perbatasan Gaza oleh Mesir. Aksi Trump yang mempertanyakan manfaat donasi untuk Palestina dinilai sebagai kelanjutan atas pernyataannya mengakui Yerusalem Timur sebagai ibukota Israel.
Kraehenbuehl menyatakan, akan berusaha mencari donasi dari swasta dan membuka kesempatan donasi soladaritas selama Ramadhan. Kraehenbuehl mengatakan, setelah Qatar, Turki dan UEA menyerahkan bantuan, ia akan mencari donasi dari Jerman, Prancis, Swedia, dan Inggris.