REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Pemerintah Arab Saudi kembali melakukan serangan udara ke Ibu Kota Yaman, Sanaa. Serangan yang dilakukan koalisi Arab Saudi di timur tengah tersebut diklaim menewaskan dua orang pemimpin pemberontak Houti.
Serangan koalisi Arab Saudi diberikatan oleh televisi lokal Al Arabiya TV. Serangan dilakukan dengan membidik gedung kementerian dalam negeri Houti di ibu kota tersebut. Sayangnya, pemerintah Arab Saudi hingga kini belum mengungkapkan identitas lengkap dua pemimpin Houti yang tewas tersebut.
Milisi Houti lantas membalas serangan itu dengan meluncurkan rudal ke Arab Saudi. Namun, peluncuran rudal itu lagi-lagi berhasil dicegat sistem anti-rudal Arab Saudi sebelum menyentuh targetnya.
Seperti diwartakan Arab News pada Sabtu (28/4), juru bicara pasukan koalisi Kolonel Turki Al-Maliki mengatakan, sistem pertahanan rudal mendeteksi adanya roket yang diluncurkan dari Sadah. Dia melanjutkan, rudal itu kemudian dieliminasi tepat kawasan udara padat penduduk.
Hal itu membuat pecahan rudal tersebut tersebar di daerah pemukiman warga. Beruntung, tidak ada masyarakat yang cedera akibat peristiwa tersebut. Maliki mengatakan, tidak ada pecahan roket yang menimpa penduduk.
"Perilaku mengerikan yang dilakukan Houthi menunjukan rezim Iran masih memsaok senjata berkualitas kepada mereka," kata Turki Al-Maliki.
Dia melanjutkan, hal tersebut bertentangan dengan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) 2216 dan 2231. Dia mengkapkan, rudal itu diluncurkan dengan tujuan utama mengancam keamanan Arab Saudi, regional dan internasional.
Arab Saudi memimpin koalisi yang berperang melawan pemberontak Houti di Yaman sejak 2015. Arab Saudi berusaha membantu Presiden Yaman terguling Abd-Rabbu Mansour Hadi yang kini hidup dalam pengasingan.