REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Ribuan warga etnis Kachin di Myanmar utara terpaksa meninggalkan kampungnya dan mengungsi. Ini merupakan dampak dari pertempuran terbaru antara Kachin Independent Army (KIA) dengan militer Myanmar.
Pertempuran antara gerilyawan KIA dengan militer Myanmar kembali memanas. Militer Myanmar dilaporkan membombardir basis-basis para gerilyawan dengan serangan udara dan artileri. Hal ini menyebabkan warga sipil di negara bagian Kachin mengungsi.
PBB melaporkan sejak awal April hingga saat ini, terdapat sekitar 4.000 warga etnis Kachin yang telah meninggalkan rumahnya dan mengungsi. Selain itu, muncul pula kekhawatiran tentang terperangkapnya warga sipil di daerah-daerah yang berkecamuk dekat perbatasan Cina. Hal ini menjadi perhatian PBB.
"Perhatian terbesar kami adalah keselamatan warga sipil, termasuk wanita hamil, orang tua, anak-anak, dan orang-orang difabel. Kami harus memastikan orang-orang ini dilindungi," ujar Kepala Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), dikutip laman BBC, Sabtu (28/4).
Etnis Kachin, yang mayoritas beragama Kristen, telah berjuang untuk mendapatkan otonomi yang lebih besar di Myanmar sejak 1961. Militer Myanmar sendiri sempat menyepakati gencatan senjata dengan KIO. Namun kesepakatan tersebut hancur pada 2011. Pertempuran yang sempat mereda selama 17 tahun akhirnya meletup kembali.
Pada Rabu (25/4), sebanyak 32 kelompok masyarakat sipil Kachin di Myanmar dan luar negeri membuat sebuah surat bersama dan dikirim ke Dewan Keamanan PBB. Mereka mendesak Dewan Keamanan agar mengambil tindakan terhadap militer Myanmar yang dianggap berupaya melenyapkan identitas mereka.
Di surat tersebut dijelaskan bahwa masyarakat Kachin telah mengalami berbagai pelanggaran hak asasi manusia, mencakup pemindahan paksa, pemerkosaan, penangkapan serta penahanan sewenang-wenang, dan eksekusi. Hal ini telah berlangsung selama konflik bersenjata berlangsung di Kachin.
"Jenis-jenis pelanggaran hak asasi manusia ini bukan hal baru bagi masyarakat Kachin atau kelompok etnis lain di Myanmar," kata kelompok masyarakat Kachin dalam suratnya.
"Militer Myanmar telah menggunakan taktik ini untuk menanamkan rasa takut dan kontrol dalam upayanya menghancurkan identitas etnis kita, menghancurkan agama kita, menjajah tanah kita, dan mencuri sumber daya alam kita," kata kelompok tersebut menambahkan.
Kelompok masyarakat sipil Kachin mendesak PBB agar segera menyeret Myanmar ke Pengadilan Pidana Internasional. Sebab mereka menilai Pemerintah Myanmar telah gagal melindungi komunitas etnis minoritas dari ancaman dan serangan militernya.