Ahad 29 Apr 2018 20:13 WIB

Dewan Nasional Palestina Bahas Putus Hubungan dengan Israel

PNC akan membahas posisi AS di Israel.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Tentara Israel terus mengawasi aksi protes warga Palestina di perbatasan
Foto: AFP
Tentara Israel terus mengawasi aksi protes warga Palestina di perbatasan

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Dewan Nasional Palestina (PNC), akan melakukan pertemuan di Ramallah pada Senin (30/4). Badan legislatif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) itu akan membahas posisi AS di Israel, terutama setelah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, serta langkah-langkah untuk menghadapinya.

"Tidak ada orang Palestina yang mau berurusan dengan Amerika Serikat selama mereka bersikeras pada posisinya terkait Yerusalem dan menentang hak-hak pengungsi Palestina untuk pulang," kata Anggota Komite Eksekutif PLO, Saeb Erekat, kepada Aljazirah.

Palestina secara konsisten menuntut agar Yerusalem timur bisa menjadi ibu kota negara mereka yang merdeka di masa depan. Israel menduduki sisi timur Yerusalem selama perang 1967, bersama dengan Tepi Barat, Jalur Gaza, Dataran Tinggi Golan, dan Semenanjung Sinai.

Pertemuan PNC juga akan membahas seruan untuk menangguhkan pengakuan PLO atas Israel. PLO juga mempertimbangkan untuk memutuskan semua ikatan dan perjanjian dengan Israel, serta mendiskusikan perlawanan terhadap pendudukan Israel atas Palestina dengan cara damai.

Selain itu, PNC akan membahas transformasi Otoritas Palestina, dari sebuah otoritas berdasarkan perjanjian Oslo, menjadi sebuah negara formal di wilayah yang diduduki. PNC juga diharapkan dapat membahas upaya rekonsiliasi Palestina untuk mengakhiri perpecahan antara Fatah dan Hamas, yang mengatur Jalur Gaza.

Untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun, PNC menyelenggarakan sebuah pertemuan yang membagi dua warga Palestina antara yang mendukung dan menentang pertemuan tersebut. Kritikus Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah menganggap pertemuan PNC sebagai sebuah manuver politik.

PNC dijadwalkan akan memilih Komite Eksekutif PLO baru yang beranggotakan 18 orang. Badan tersebut akan mengatur dan mendiskusikan transformasi Otoritas Palestina, yang menguasai Tepi Barat, untuk menjadi sebuah negara yang memiliki institusi dan sistem keuangannya sendiri.

Faksi dominan di Palestina, Fatah, memutuskan untuk terus maju dalam pertemuan PNC, meskipun Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP) memboikot pertemuan itu. Hamas tidak diundang dalam pertemuan tersebut, walaupun topik rekonsiliasi Palestina sangat penting dalam agenda PNC.

"Pertemuan ini sangat penting untuk melanjutkan upaya Palestina untuk mengakhiri perpecahan antar-faksi. [PNC akan] memilih badan eksekutif baru yang akan mendorong dan mendukung hak-hak nasional Palestina," kata Wasel Abu Yousef, anggota pengamat Komite Eksekutif PLO.

Sejumlah kritikus berpendapat, desakan Abbas untuk menyelenggarakan pertemuan PNC dimotivasi oleh upaya Abbas untuk melestarikan kepentingan faksi Fatah-nya. Maher Obeid, seorang pejabat senior Hamas, mengatakan kepada Aljazirah, Abbas tidak ingin Hamas berpartisipasi kecuali menyerah. "Abbas ingin membalas dendam pada Hamas karena alasan pribadinya sendiri," kata Obeid.

Setelah menolak undangan PNC, PFLP, salah satu faksi utama PLO, mengatakan PNC seharusnya hanya bersidang untuk menyatukan faksi-faksi di Palestina. Aktivis Palestina, Wael Malalha, yang tinggal di Amman, mengatakan pertemuan PNC di Ramallah bertujuan untuk memaksakan pandangan Abbas tentang masa depan gerakan nasional Palestina.

"Abbas memiliki satu visi khusus dan satu agenda; yaitu pelestarian diri. Sementara AS, Israel, dan sekutu-sekutu Arab mereka meningkatkan tekanan besar pada rakyat Palestina untuk menerima apa yang disebut 'kesepakatan abad ini'," kata Malalha.

Menurut laporan media lokal, "kesepakatan abad ini" adalah perjanjian yang diakui antara AS, Israel, dan sekutu Arab, Yaitu Yordania, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan Mesir, untuk mengakhiri solusi dua negara. Perjanjian ini akan membagi kedaulatan penduduk Palestina di wilayah pendudukan antara Israel, Yordania, dan Mesir.

Beberapa organisasi Palestina dan tokoh-tokoh independen telah meminta Abbas dan Fatah membatalkan pertemuan PNC karena justru akan membuat perpecahan di Palestina.

Pertemuan PNC pertama kali diadakan di Yerusalem pada 1964. Saat ini anggota PNC berjumlah 723 orang. Setelah pendudukan Israel di wilayah Palestina pada 1967, PNC dianggap sebagai parlemen de facto Palestina, dengan banyak anggotanya yang hidup di pengasingan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement