Senin 30 Apr 2018 11:46 WIB

Jalur Kereta Israel Rampas Tanah Palestina

Warga Palestina menilai pembangunan jalur kereta api hanya alasan untuk merebut tanah

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Desa Jabal al-Baba di Tepi Barat, Palestina yang terancam diusir paksa Israel.
Foto: Aljazirah
Desa Jabal al-Baba di Tepi Barat, Palestina yang terancam diusir paksa Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, SALFIT -- Sejumlah pembangunan yang dilakukan Israel terlihat di Distrik Salfit, wilayah Tepi Barat yang diduduki. Tim konstruksi Israel bekerja keras saat crane mengangkat dan menurunkan bahan bangunan di puncak bukit untuk memperluas Ariel University, universitas pemukim pertama yang didirikan di Tepi Barat.

Pembangunan yang terus berlanjut tak terlepas dari kenyataan pengusiran tanpa henti terhadap warga Palestina dari tanah mereka. Ada sekitar 65 ribu pemukim yang tinggal di 24 permukiman ilegal Israel yang tersebar di seluruh distrik itu.

Baru-baru ini, Israel mengumumkan rencana membangun jalur kereta pertama bagi para pemukim Israel di Tepi Barat yang diduduki. Jalur ini menghubungkan permukiman Ariel, salah satu pemukiman terbesar Israel dengan populasi hampir 19 ribu orang, dengan sejumlah kota di dalam Israel.

Proyek ini diperkirakan akan selesai pada 2025 dan akan menelan biaya hingga 1,16 miliar dolar AS. "Kereta api ini akan menyita lebih banyak tanah kami dan menghancurkan lebih banyak keluarga," kata Wali Kota Salfit, Abed al-Karim Zubeidi, kepada Aljazirah.

"Pembangunan ini akan menyebabkan lebih banyak kerusakan lingkungan dan ekonomi. Israel menggunakan tanah kami untuk melakukan pembangunan bagi rakyatnya dan kami didorong untuk pergi tanpa membawa apa-apa," kata dia.

Jalur kereta api yang digagas Menteri Perhubungan Israel, Israel Katz, akan dibangun di sepanjang Route 5. Jalan raya ini melintasi Salfit dari persimpangan Zaatara (Tapuah), dan menghubungkan permukiman Ariel ke kota-kota Israel di luar Garis Hijau 1967.

Jalan raya Route 5 sudah membagi Salfit menjadi dua, yang memisahkan komunitas Palestina dari satu sama lain. Menurut siaran pers Kementerian Perhubungan Israel, sementara jalur kereta api masih dalam tahap perencanaan, tiga opsi yang diusulkan untuk rutenya akan dimulai di permukiman Ariel.

Akan ada pemberhentian langsung di Ariel University dan berlanjut melalui zona industri Barkan. Jalur ini akan menuju ke barat, ke Garis Hijau ke arah Tel Aviv.

Jamal al-Ahmad, kepala dewan penyitaan tanah di Salfit, mengatakan sekitar 300 hektar tanah akan disita dari penduduk untuk pembangunan rel kereta api. Penduduk setempat tidak diberikan pencerahan mengenai nasib mereka setelah tanah mereka disita.

Seperti rencana pembangunan Israel lainnya di Salfit yang telah secara langsung mempengaruhi kehidupan warga Palestina, pembangunan rel kereta api diketahui warga hanya melalui pengumuman di surat kabar.

"Kami tidak pernah menerima pemberitahuan resmi dari Israel ketika tanah kami disita. Israel tidak akan lagi mengizinkan kami untuk mengakses tanah kami," kata Ahmad kepada Aljazirah.

Kementerian Perhubungan Israel tidak dapat memberikan informasi kepada Aljazirah mengenai sejauh mana warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki akan memiliki akses terhadap jalur kereta itu. Namun, karena adanya fakta warga Palestina tidak diizinkan memasuki permukiman Israel tanpa izin khusus, jika mereka diizinkan untuk menggunakan kereta api, akses mereka kemungkinan akan sangat dibatasi.

"Kereta api ini akan semakin mendukung praktik apartheid di Salfit. Semakin banyak Israel mengembangkan permukimannya, semakin banyak gerakan dan hak kami yang dibatasi," ungkap Ahmad.

Ribuan hektare lahan telah disita dari penduduk Salfit selama beberapa dekade terakhir. Tanah-tanah itu digunakan untuk pembangunan permukiman Israel, zona industri, jalan, dan tembok pemisah.

Bukit-bukit hijau yang terlihat sebagai pemandangan yang tenang bagi para pemukim, justru telah menjadi sumber rasa sakit dan kehancuran bagi warga Palestina di daerah tersebut. Pagar listrik yang dilengkapi dengan kawat berduri di bagian utara dan barat Salfit dilengkapi dengan pasukan keamanan Israel yang terus-menerus bergerak dan berpatroli di daerah itu.

Israel telah mengambil sekitar 600 hektare lahan milik warga Salfit sejak 2004, ketika tembok pemisah Israel mulai dibangun. Pembangunan tembok itu kini baru 30 persen.

Ahmad al-Shuqair (78 tahun) adalah penduduk desa al-Zawiya di Salfit. Seluruh tanahnya, tempat keluarganya menanam lebih dari 1.000 pohon zaitun selama beberapa generasi, disita ketika Israel membangun pagar pemisah. "Saya bangun pada suatu pagi dan menemukan semua yang saya miliki telah hilang," kata Shuqair. Lahannya yang hampir seluas 80 hektare berada persis berbatasan dengan Garis Hijau.

Desa Al-Zawiya terletak dekat Tel Aviv dan Route 5. Jalur kereta diperkirakan akan memotong al-Zawiya, bersama dengan beberapa desa Palestina lainnya. Warga Palestina di Salfit khawatir kereta pemukim akan menjadi tahap pertama dari proyek kereta api Israel yang lebih besar di wilayah Tepi Barat yang diduduki.

Selama enam tahun terakhir, Katz telah mempromosikan rencana untuk membangun kereta api sepanjang 475 Km di Tepi Barat yang diduduki. Israel akan membuat jaringan dari 11 jalur kereta api yang menghubungkan pemukiman besar Israel satu sama lain dan kota-kota Israel di seberang perbatasan.

"Untuk apa mereka [pemukim] perlu jalur kereta? Israel telah mengambil tanah kami untuk membangun jalan bagi mereka. Semuanya memiliki mobil. Kereta api ini hanya alasan untuk mencuri lebih banyak tanah kami," ungkap Shuqair.

Lebih dari 70 persen tanah di Salfit ditetapkan sebagai Area C, yang berada di bawah kendali militer Israel sepenuhnya. Israel melarang warga Palestina untuk mengembangkan daerah-daerah ini.

Namun pemerintah kota berencana untuk membangun lapangan olahraga dan taman bermain di Area C, karena anak-anak Palestina tidak memiliki ruang untuk bermain di Salfit.

"Kami memainkan permainan kucing dan tikus dengan tentara Israel. Ketika mereka melihat kami dari menara, mereka akan turun dan memaksa kami untuk berhenti bekerja. Jadi kami menyerahkan dan menyembunyikan peralatan kami di dekatnya. Begitu mereka pergi, kami kembali lagi dan terus bekerja," kata Zubeidi.

Dibutuhkan waktu lebih dari tiga tahun untuk meratakan tanah yang ingin dikembangkan oleh warga Palestina. Sementara itu, permukiman Israel terus tumbuh di Salfit hingga melebihi jumlah komunitas Palestina. Populasi pemukim hampir sama dengan populasi warga Palestina, diperkirakan sekitar 75 ribu jiwa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement