Senin 30 Apr 2018 15:48 WIB

Tiga Negara Sepakat Pertahankan Kesepakatan Nuklir Iran

Kesepakatan nuklir Iran tercapai pada 2015.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Sebuah foto yang mengilustrasikan peluncuran misil militer Iran di kota Bushehr, pada akhir Desember 2016. Pemerintah AS baru saja menjatuhkan sanksi kepada Iran atas dugaan kepemilikan misil yang bisa membawa senjata nuklir.
Foto: Amir Kholousi, ISNA via AP
Sebuah foto yang mengilustrasikan peluncuran misil militer Iran di kota Bushehr, pada akhir Desember 2016. Pemerintah AS baru saja menjatuhkan sanksi kepada Iran atas dugaan kepemilikan misil yang bisa membawa senjata nuklir.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris, Prancis, dan Jerman sepakat untuk mempertahankan kesepakatan nuklir Iran. Ketiga negara menilai kesepakatan tersebut tetap menjadi cara terbaik agar Iran tak mengembangkan senjata nuklir.

Pada Ahad (29/4), Perdana Menteri Inggris Theresa May, Kanselir Jerman Angela Merkel, dan Presiden Prancis Emmanuel Macron melakukan pembicaraan telepon untuk membahas kesepakatan nuklir Iran. Dalam percakapan tersebut, ketiga pemimpin setuju untuk mempertahankan kesepakatan nuklir Iran yang tercapai pada 2015.

Kendati demikian, ketiga pemimpin pun sepakat bahwa cakupan kesepakatan nuklir Iran mungkin perlu diperluas, yakni dengan menyertakan tentang pengembangan rudal balistik serta aktivitas regional Iran yang dianggap tak stabil. Pengembangan rudal balistik Iran telah menjadi sesuatu yang sangat disorot Amerika Serikat (AS).

Atas dasar itu pula AS menilai kesepakatan nuklir Iran perlu dirombak dan direvisi. Bila tidak, Presiden AS Donald Trump telah memperingatkan akan menarik AS dari kesepakatan tersebut.

Namun May, Merkel, dan Macron bertekad untuk mengatasi hal ini. "Mereka (May, Merkel, dan Macron) berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan erat dan dengan AS tentang cara mengatasi berbagai tantangan yang Iran ajukan, termasuk masalah-masalah yang mungkin baru akan diatasi," kata kantor Perdana Menteri Inggris dalam sebuah pernyataan.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo telah mengatakan negaranya akan keluar dari kesepakatan nuklir Iran bila pembicaraan dengan mitra Eropa yang terlibat dalam kesepakatan tersebut tak menghasilkan perbaikan. "Kami telah membuat beberapa (kemajuan dengan mitra Eropa). Masih ada pekerjaan yang harus dilakukan. Mereka berkata, 'Bagus, kami akan mendukung Anda bila Anda mendapat perbaikan'," kata Pompeo.

Kesepakatan nuklir Iran ditandatangani Iran bersama Prancis, Inggris, AS, Jerman, Cina, Rusia, dan Uni Eropa pada Oktober 2015. Kesepakatan itu mulai berlaku atau dilaksanakan pada 2016.

Kesepakatan tersebut tercapai melalui negosiasi yang panjang dan alot. Tujuan utama dari kesepakatan itu adalah memastikan bahwa penggunaan nuklir oleh Iran hanya terbatas untuk kepentingan sipil, bukan militer. Sebagai imbalannya, sanksi ekonomi dan embargo yang dijatuhkan terhadap Teheran akan dicabut.

Kendati demikian, dalam kesepakatan tersebut memang tak disinggung atau dicantumkan perihal uji coba atau pengembangan rudal balistik, sebagaimana yang saat ini tengah dilakukan Iran. Hal itu pun diprotes oleh Trump.

Ia menuding Iran telah melanggar kesepakatan nuklir. Trump bahkan menyebut bahwa kesepakatan yang ditandatangani pada era Barack Obama itu adalah sebuah kesalahan besar. Pada Oktober 2017, Trump menolak untuk memperpanjang kesepakatan nuklir tersebut.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement