Jumat 04 May 2018 03:03 WIB

Myanmar akan Saring Pengungsi Sebelum Beri Bantuan di Kachin

Kelompok gerilyawan Kachin sering bentrok dengan tentara di perbatasan.

Warga etnik Kachin mengantre untuk memberikan suaranya dalam pemilu Myanmar di Kota Kachin, utara Myanmar beberapa waktu lalu.
Foto: EPA/Seng Mai
Warga etnik Kachin mengantre untuk memberikan suaranya dalam pemilu Myanmar di Kota Kachin, utara Myanmar beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Myanmar akan menyaring jati diri pengungsi di negara bagian bergolak Kachin. Hal itu untuk memastikan suku pemberontak tidak menerima bantuan kemanusiaan setelah berminggu-minggu berperang, kata juru bicara pemerintah, Kamis (3/5).

Salah satu kelompok pemberontak terkuat Myanmar, Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA), sering bentrok dengan pasukan pemerintah di wilayah pegunungan, yang berbatasan dengan Cina dan India, sejak 2011, ketika gencatan senjata 17 tahun ambruk. Pertempuran meningkat sejak awal April, mendorong lebih dari 5.000 orang lari dari rumah mereka, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pakar hak asasi manusia PBB di Myanmar menyuarakan keprihatinan mendalam pada Selasa, mengutip laporan tentara, yang menerapkan pengeboman udara dan tembakan di wilayah warga. KIA dan pekerja bantuan mengatakan pertempuran tersebut adalah yang paling gencar sejak awal 1960-an, ketika gerilyawan Kachin mengangkat senjata melawan pemerintah dalam upaya mendapatkan kekuasaan lebih besar.

"Kami mendapat informasi yang menunjukkan anggota KIA mungkin berada di antara pengungsi untuk bantuan kemanusiaan ... kita perlu memeriksa apakah anggota pasukan bersenjata ada di antara mereka," kata juru bicara pemerintah Zaw Htay, menambahkan anak-anak, perempuan dan orang tua akan mendapatkan prioritas dalam menerima bantuan.

Dia tidak menjelaskan bagaimana para pengungsi akan disaring. Zaw Htay mengonfirmasi laporan sekitar 2.000 orang terperangkap di hutan terpencil dekat Desa Aung Lawt. Pekerja bantuan mengatakan mereka tidak memiliki akses ke bantuan kemanusiaan selama lebih dari tiga minggu.

Kekhawatiran akan keterlambatan pengiriman bantuan seharusnya tidak memaksa pemerintah untuk memberikan bantuan kemanusiaan tanpa syarat kepada mereka yang terjebak di Aung Lawt, kata Zaw Htay.

"Pasukan keamanan prihatin. Kami berusaha sebaik mungkin menyelesaikan dua situasi itu," katanya.

Juru bicara KIA, Kolonel Naw Bu, membantah tuduhan pemerintah dan mengatakan pemeriksaan itu akan mempersulit keadaan bagi para pengungsi. Militer Myanmar tidak menanggapi permintaan untuk komentar.

Pertempuran itu telah menyoroti usaha keras pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi untuk membawa perdamaian ke negara yang beragam, berpenduduk mayoritas pemeluk Buddha yang telah melihat perang yang hampir-abadi sejak kemerdekaannya dari Inggris pada 1949.

Konflik telah mengirim lebih dari 1.000 orang melarikan diri ke Desa Tanghpre, di mana sebuah gereja telah membagikan makanan dan memberi perlindungan bagi para pengungsi, kebanyakan dari kota timur Kachin, Injangyang.

"Saya ingin mendesak kedua pihak untuk memastikan pertempuran tidak akan menyebar ke wilayah ini, karena ada lebih dari 1.000 orang berlindung di desa ini," kata Stephen Supma Sut Awng, seorang pendeta di Gereja Katolik "Queen of Heaven".

"Perhatian terbesar saya bagi mereka adalah pendidikan bagi anak-anak karena tidak ada fasilitas pemerintah di Tanghpre," katanya.

Ribuan orang berkumpul di Kachin pekan ini untuk menuntut akses kemanusiaan bagi warga desa yang terperangkap oleh pertempuran.

Pertempuran pasukan pemerintah dengan suku kecil Kachin serta pemberontak lain kehilangan cakupan liputan media, saat hampir 700 ribu pengungsi Rohingya melarikan diri ke negara tetangga, Bangladesh, sejak Agustus.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement