Jumat 04 May 2018 14:49 WIB

AS Peringatkan Konsekuensi untuk Cina

Cina memasang sistem antirudal di perairan Laut Cina Selatan.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Nur Aini
Citra satelit terbaru menunjukkan pembangunan hanggar militer di Karang Subi, Laut Cina Selatan oleh Cina.
Foto: The New York Times
Citra satelit terbaru menunjukkan pembangunan hanggar militer di Karang Subi, Laut Cina Selatan oleh Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat memperingatkan Cina terkait militerisasi perairan Laut Cina Selatan (LCS). Paman Sam mengatakan, militerisasi LCS akan membawa konsekuensi jangka pendek dan panjang bagi Negeri Tirai Bambu.

"Kami sadar betul militerisasi Cina di LCS dan telah menyampaikan kekhawatiran secara langsung kepada mereka akan hal ini serta konsekuensinya," kata Juru Bicara Gedung Putih Sarah Sanders, Jumat (4/5) tanpa merinci konsekunsi yang dimaksud.

Berdasarkan intelejen yang dimiliki AS, Cina diketahui telah memasang sistem antirudal baik yang dilontarkan dari darat maupun kapal. Instalasi sistem anti-rudal itu dipasang di tiga titik berbeda di perairan LCS.

Seorang pejabat AS yang berbicara dalam kondisi anonim mengatakan, mengacu pada intel tersebut, sistem persenjataan dipasang pada kepulauan Spratly. Sistem dipasang pada pulau Fiery Cross, Subi dan Mischief sekitar 30 hari yang lalu.

Namun, tidak ada rincian lebih lanjut terkait persenjataan tersebut. Kendati, hal tersebut menjadi penempatan misil perdana bagi Cina di kepulauan Spratly ditengah persengkataan batas wilayah dengan semisal Vietnam, Tawain, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan, pemasangan sistem pertahanan itu dilakukan lantaran kepulauan Spratly merupakan kawasan milik mereka. Dia mengatakan, klaim tersebut membuat Cina berhak untuk memasang sistem pertahanan guna menjaga keamanan nasional.

"Persenjataan tidak menargetkan negara manapun. Mereka yang tidak berniat menjadi agresif tidak perlu khawatir atau takut," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Hua Chunying.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement