REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan mengadakan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Rabu (9/5) mendatang di Moskow. Kedua pemimpin itu akan membahas masalah-masalah regional.
Israel telah melobi kekuatan dunia untuk memperbaiki kesepakatan nuklir Iran 2015 hingga tenggat waktu 12 Mei yang ditetapkan oleh Presiden Donald Trump. Israel juga prihatin karena Iran sedang membangun kehadiran militer di Suriah. Israel telah menyerang sasaran-sasaran Iran di Suriah.
Sejak intervensi dalam perang sipil Suriah pada 2015, Rusia secara umum menutup mata terhadap serangan Israel atas dugaan transfer senjata dan penyebaran oleh sekutu Iran dan Hezbollah.
Tetapi Moskow mengutuk serangan 9 April lalu yang menewaskan tujuh personel Iran. Rusia menyalahkan Israel atas hal itu. Ini memicu spekulasi di Israel terkait sikap Rusia.
Pada Kamis (3/5), menteri pertahanan Israel mengingatkan Rusia tentang keputusan pemerintahnya untuk tidak bergabung dengan sanksi Barat terhadapnya. Israel meminta Moskow membalasnya dengan pendekatan yang lebih pro-Israel ke Suriah dan Iran.
Netanyahu dan Putin berbicara melalui telepon pada Senin lalu. Komunikasi ini dilakukan setelah Netanyahu mempresentasikan file nuklir rahasia Iran yang mendokumentasikan pengembangan senjata atom di masa lalu.
Para pejabat AS dan Israel mengatakan, informasi itu menunjukkan bahwa Iran telah berbohong tentang pekerjaannya di masa lalu untuk mengembangkan senjata nuklir. Tetapi para ahli intelijen mengatakan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Teheran telah melanggar kesepakatan nuklir di mana ia menghentikan program atomnya dengan imbalan bantuan dari sanksi ekonomi.
Trump telah memberi Inggris, Perancis, dan Jerman tenggat waktu hingga 12 Mei untuk memperbaiki kesepakatan nuklir Iran. Trump mengancam akan menerapkan kembali sanksi AS jika kesepakatan itu tidak diperbaiki.
Moskow telah berulang kali mengatakan agar tidak ada perubahan terkait perjanjian nuklir Iran. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Maria Zakharova mengatakan pada Jumat bahwa Rusia itu tidak akan menerima setiap perubahan pada kesepakatan itu.