REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintah Inggris telah menyiapkan dana kemanusiaan sebesar 70 juta poundsterling atau sekitar Rp 1,3 triliun untuk pengungsi Rohingya di Bangladesh. Dana ini akan digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar para pengungsi menjelang musim penghujan.
"Inggris memimpin jalan untuk membantu proses vaksinasi orang-orang (Rohingya) terhadap wabah kolera yang mematikan, memperkuat tempat perlindungan, dan menyediakan makanan serta air yang penting bagi keluarga-keluarga Rohingya yang rentan setelah terpaksa meninggalkan rumahnya karena kekerasan dan penganiayaan brutal," kata Menteri Pembangunan Internasional Inggris Penny Mordaunt, dikutip laman Sky News, Senin (7/5).
Selain itu, dana bantuan Inggris akan dimanfaatkan pula untuk pemberian nutrisi darurat bagi 30 ribu wanita hamil dah menyusui, termasuk 120 ribu balita. Dana ini juga akan menyediakan akses perawatan kebidanan bagi 50 ribu wanita Rohingya, mencakup mereka yang mungkin melahirkan selama musim penghujan.
Dana bantuan ini juga akan digunakan untuk keperluan pembangunan fasilitas sanitasi serta layanan kesehatan bagi 50 ribu pengungsi Rohingya lainnya. Hal ini diharapkan dapat membantu kesulitan para pengungsi selama musim penghujan berlangsung.
Lebih dari setengah juta warga Rohingya telah melarikan diri dari negara bagian Rakhine dan mengungsi ke Bangladesh sejak militer Myanmar menggelar operasi pada Agustus tahun lalu. Pasukan Myanmar yang mengklaim hanya memburu gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), turut menyerang dan menghabisi warga sipil Rohingya di sana.
PBB telah menyatakan bahwa yang dilakukan militer Myammar terhadap Rohingya merupakan pembersihan etnis. PBB juga telah menggambarkan Rohingya sebagai orang-orang yang paling teraniaya dan tertindas di dunia.
Pada November 2017, Myanmar dan Bangladesh telah menyepakati proses repatriasi pengungsi. Namun pelaksanaan kesepakatan ini belum optimal. Cukup banyak pengungsi Rohingya di Bangladesh yang enggan kembali ke Rakhine.
Mereka mengaku masih trauma atas kejadian yang menimpanya pada Agustus tahun lalu. Selain itu, kesepakatan repatriasi pun tak menyinggung perihal jaminan keamanan dan keselamatan bagi warga Rohingya yang kembali.