REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Otoritas Palestina mengecam Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA) karena telah ikut serta dalam pembukaan balap sepeda Giro d'Italia di Israel akhir pekan ini. Kehadiran tim dari dua negara Teluk dalam acara balap sepeda bergengsi itu melanggar boikot terhadap Israel yang telah diberlakukan sejak dimulainya konflik Arab-Israel pada 1948.
Israel menjadi tuan rumah dari tiga tahap pembukaan acara Giro d'Italia tahun ini, sebelum kemudian pindah ke negara tuan rumah utamanya di Italia. Dalam sebuah pernyataan yang ditujukan kepada negara-negara Arab lainnya, Komite Olimpiade Palestina mengatakan partisipasi Bahrain dan UEA bagaikan 'menusuk dari belakang' terhadap pengorbanan besar yang dilakukan oleh rakyat Palestina.
Dilansir di The Independent, tak satu pun dari delapan atlet sepeda di tim Bahrain Merida dan UAE Team Emirates, yang berkewarganegaraan Bahrain atau UEA. Namun para atlet akan tetap mengenakan kaus yang dihiasi dengan bendera nasional dan sponsor-sponsor milik negara, seperti Emirates Airlines dan Bahrain Petroleum Company. Belum ada tim yang menanggapi permintaan komentar yang dikirim melalui email terkait keikutsertaan mereka.
Malak Hassan, pendiri klub Cycling Palestine, mengutuk langkah itu dan mengatakan pos-pos pemeriksaan Israel telah melarang dia dan sesama penggemar sepeda untuk bepergian dengan bebas. "Kami terkejut, Israel mencoba untuk memoles citranya dengan menyelenggarakan perlombaan ini," kata Hassan.
"UEA dan Bahrain tahu banyak tentang tujuan kami dan kami tidak perlu menjelaskan kepada mereka mengapa mereka tidak seharusnya ikut serta," ujarnya.
Atlet individu Israel secara berkala telah berpartisipasi dalam acara-acara olah raga di negara-negara Teluk Arab, seperti Qatar Open pada Januari lalu. Namun, partisipasi dalam bentuk tim yang menampilkan bendera Israel sangat jarang terjadi.
"Ini adalah sebuah kesalahan. Normalisasi dengan entitas pendudukan tidak boleh dilakukan, tak peduli apapun bentuknya," kata Abdullah al-Shayji, profesor di Universitas Kuwait, yang menanggapi keikutsertaan tim-tim negara Teluk di Israel.
Keikutsertaan tim-tim Teluk dalam perlombaan itu mungkin menandakan hubungan yang mencair di antara negara-negara sekutu AS. Mereka sama-sama memusuhi Iran, tetapi juga memicu tuduhan bahwa mereka telah meninggalkan Palestina.
Bersama dengan sebagian besar negara Arab dan negara Muslim lainnya, kedua negara Teluk itu tidak mengakui Israel karena solidaritas terhadap Palestina. Arab Saudi, sekutu utama Bahrain dan UEA, juga telah bekerja sama erat dengan AS terkait rencana perdamaian Timur Tengah.
Pada November lalu, seorang anggota kabinet Israel membeberkan kontak-kontak rahasia dengan Riyadh. Pengakuan dari transaksi rahasia ini masih disangkal oleh kerajaan.
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman mengatakan dalam sebuah wawancara yang dipublikasikan bulan lalu, penduduk Israel berhak untuk hidup damai di tanah mereka sendiri. Pengakuan tentang hak Israel semacam itu sangat jarang dikemukakan oleh seorang pemimpin senior Arab.