REPUBLIKA.CO.ID, HANOI -- Vietnam meminta Cina menarik perlengkapan militer yang terdapat di Laut Cina Selatan. Hal ini terkait dengan laporan media yang mengatakan Cina telah memasang misil di lokasi tersebut.
"Vietnam meminta Cina, sebagai negara yang besar, untuk menunjukkan tanggung jawab menjaga kedamaian dan stabilitas di Laut Timur," kata perwakilan Kementerian Luar Negeri Vietnam, Le Thi Thu Hang, seperti dilansir di Voice of America, Rabu (9/5).
Pernyataan tersebut muncul setelah media dari Amerika Serikat, CNBC, memberitakan, bukan kali ini Cina telah memasang misil di wilayah Laut Cina Selatan. Informasi tersebut dikutip dari "seseorang" yang memiliki pengetahuan tentang militer secara langsung.
Vietnam dan Cina telah terlibat dalam sengketa maritim di wilayah Laut Cina Selatan. Cina mengklaim 90 persen bagian dari lokasi laut tersebut sebagai wilayah maritim miliknya. "Vietnam sangat memikirkan terkait informasi tersebut dan menegaskan kembali tentang aktivitas militer, termasuk dipasangnya misil di Pulau Spratly," kata Hang menambahkan.
Pemasangan misil tersebut, apabila benar, akan menjadi sebaran pertama misil Cina di Laut Cina Selatan. Terkait hal ini, Cina belum menyebutkan adanya pemasangan misil, tetapi menyatakan fasilitas militer di wilayah Pulau Spratly sepenuhnya bersifat defensif, dan bebas melakukan apa saja di wilayah laut mereka.
Baca juga, PM Li: Cina akan Jaga Stabilitas di Laut Cina Selatan.
Sebelumnya, laporan intelijen terbaru, seperti dikutip CNBC, menurut sumber, menunjukkan penyebaran rudal jelajah antikapal dan rudal darat-ke-udara di Fiery Cross Reef, Subi Reef, dan Mischief Reef di Kepulauan Spratly.
Spratly, yang diklaim oleh enam negara, terletak kira-kira dua pertiga dari arah timur dari Vietnam selatan ke Filipina selatan. Rudal jelajah antikapal berbasis darat, yang ditetapkan sebagai YJ-12B, memungkinkan Cina menyerang kapal-kapal permukaan dalam 295 mil laut dari terumbu karang.
Sementara itu, rudal darat-ke-udara jarak jauh yang ditetapkan sebagai HQ-9B memiliki kisaran yang diharapkan dari penargetan pesawat, drone, dan rudal jelajah dalam 160 mil laut.
Senjata pertahanan juga muncul dalam citra satelit Woody Island, markas militer Cina di Kepulauan Paracel di dekatnya. "Pulau Woody berfungsi sebagai pusat administrasi dan militer Cina di Laut Cina Selatan," kata Kepala Pusat Studi Strategis dan Studi Internasional dan Direktur Inisiatif Transparansi Maritim Asia, Gregory Poling, kepada CNBC dalam wawancara sebelumnya.
Namun, Perdana Menteri Cina Li Keqiang dalam konferensi pers bersama dengan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu sempat menyinggung masalah Laut Cina Selatan. Dalam keterangan pers itu, Li menerangkan, Cina akan menjaga wilayah Laut Cina Selatan tetap aman bagi semua negara tetangga, khususnya negara-negara di sekitar Asia Tenggara (ASEAN).
Selama ini, kata dia, Pemerintah Cina telah mempertahankan perdamaian di Laut Cina Selatan dan melindungi kebebasan bernavigasi di kawasan tersebut. "Jadi, walau ada persilisihan dan perbedaan pendapat, kami mau mempertahankan kestabilan di kawasan (Laut Cina Selatan) ini," kata Li, Senin (7/5).