REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Aliansi partai oposisi yang dipimpin Mahathir Mohamad berhasil memenangkan pemilihan umum Malaysia, yang hasil resminya diumumkan pada Kamis (10/5). Kemenangan tersebut menandakan kembalinya Mahathir sebagai perdana menteri, jabatan yang pernah dijalaninya selama 22 tahun.
Hasil resmi menunjukkan, Pakatan Harapan pimpinan Mahathir memenangkan 113 dari 222 kursi parlemen. Sementara koalisi pemerintahan Najib Razak yang berkuasa, Barisan Nasional (BN), hanya meraih 79 kursi.
"Waktu untuk perubahan telah datang, dan saya berharap orang-orang yang berkuasa akan menyadari hal ini," kata Asifa Hanifah, seorang perempuan muda yang bergabung dengan ribuan pendukung oposisi lainnya di pusat kota Kuala Lumpur. Mereka melambaikan bendera, bersorak, dan membunyikan klakson mobil untuk merayakan kemenangan oposisi.
Hanya sedikit yang memperkirakan Mahathir akan menang melawan koalisi Najib yang telah lama mengandalkan dukungan dari mayoritas etnis Melayu di negara itu. Namun, ia menggandeng politikus Anwar Ibrahim yang sedang dipenjara, dan bersama-sama mengeksploitasi kekecewaan publik atas skandal multi-miliar dolar yang telah menyeret Najib sejak 2015.
Mahathir telah berjanji untuk meminta pengampunan kerajaan bagi Anwar jika memenangkan pemilihan. Setelah Anwar bebas, Mahathir akan mengundurkan diri dan membiarkan Anwar menjadi perdana menteri.
United Malays National Organisation (UMNO) yang mengusung Najib telah menunda konferensi pers pada Rabu (9/5) malam. UMNO mengatakan, Najib yang telah memerintah negara itu selama hampir 10 tahun, akan berbicara kepada media pada Kamis (10/5), pukul 09.45 waktu setempat.
Mata uang Malaysia melemah dalam perdagangan luar negeri setelah hasil pemilu diumumkan. Ringgit jatuh sebesar 2,4 persen menjadi 4,07 terhadap dolar AS.
Bursa saham nasional Bursa Malaysia mengatakan perdagangan akan ditangguhkan pada Kamis (10/5) dan Jumat (11/5), sejalan dengan hari libur nasional yang diumumkan oleh pemerintah. Saham dan mata uang ringgit bisa terpukul oleh ketidakpastian kebijakan fiskal dan ekonomi dari aliansi oposisi yang baru terpilih.
Muslim Melayu telah lama cenderung mendukung kebijakan afirmatif BN yang menawarkan mereka kontrak pemerintah, perumahan murah, dan jaminan penerimaan universitas. Aliansi Mahathir, yang mengandalkan suara dan dukungan dari minoritas etnis Cina dan masyarakat India, berharap pemimpin Melayu veteran itu dapat menang atas pendukung setia BN.
Strategi itu tampaknya telah berhasil. "Telah ada perubahan signifikan dalam suara etnis Melayu," kata Rashaad Ali, analis dari Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam di Singapura.
Aliansi Mahathir berhasil merebut kendali di negara-negara bagian kunci, seperti di Johor dan Kedah. Aliansi ini juga mengurangi cengkeraman BN di kubu-kubu pertahanan seperti Sarawak.
Mahathir adalah sosok yang terpolarisasi dan banyak pemilih yang curiga padanya setelah ia menjabat sebagai perdana menteri dari 1981 hingga 2003. Namun, popularitas Najib menurun tajam selama tiga tahun terakhir, sebagian besar karena skandal 1Malaysia Development Berhad (1MDB), yang menyangkut dana negara.
Mahathir pernah menjadi mentor Najib, tetapi dia meninggalkan UMNO karena adanya skandal 1MDB dan bergabung dengan oposisi. Najib yang menjabat sebagai ketua dewan penasehat 1MDB, telah membantah melakukan kesalahan dan dia telah dibebaskan dari pelanggaran apa pun oleh jaksa agung Malaysia.
Sementara itu, Mahathir telah mengubur permusuhan dengan Anwar Ibrahim dan keduanya setuju untuk bergabung dalam menggulingkan Najib. Mahathir memecat Anwar sebagai wakil perdana menteri pada 1998.
Anwar kemudian memulai gerakan yang dikenal sebagai 'Reformasi', untuk mengakhiri pemerintahan berbasis ras dan patronase UMNO. Namun, aksinya terhenti setelah ia terseret kasus sodomi dan korupsi, yang telah dia bantah, tetapi dia tetap dipenjara.
Anwar dipenjara lagi pada 2015, ketika Najib menjadi perdana menteri. Keputusan ini telah dianggap sebagai upaya politik untuk mengakhiri kariernya.