REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, Rusia tidak mungkin mencoba membatasi aksi militer Israel di Suriah. Pernyataan ini disampaikannya setelah bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow pada Rabu (9/5).
Sejak melakukan intervensi dalam perang sipil Suriah atas nama Presiden Bashar al-Assad pada 2015, Rusia telah menutup mata terhadap serangan Israel. Israel selama ini melakukan serangan terhadap Iran dan Hizbullah Lebanon yang merupakan sekutu Assad, atas dugaan pemasokan senjata.
Akan tetapi Moskow pernah mengecam Israel atas serangan yang dilakukan pada 9 April lalu, yang menewaskan tujuh tentara Iran. Kecaman ini memicu spekulasi kesabaran Rusia telah semakin menipis terhadap Israel.
Netanyahu terbang ke Moskow beberapa jam setelah Presiden AS Donald Trump memutuskan mundur dari kesepakatan nuklir Iran. Saat itu, Suriah juga baru saja menuduh Israel melakukan serangan rudal ke sebuah pangkalan militer dekat Damaskus.
"Mengingat apa yang terjadi di Suriah pada saat ini, ada kebutuhan untuk memastikan kelanjutan koordinasi militer antara militer Rusia dan Pasukan Pertahanan Israel," kata Netanyahu.
Setelah melakukan pembicaraan dengan Putin, Netanyahu terlihat semakin bersemangat. "Dalam pertemuan sebelumnya, pernyataan yang diberikan pihak Rusia mengenai pembatasan kebebasan bagi kami untuk bertindak, itu tidak terjadi. Dan saya tidak punya dasar untuk berpikir bahwa kali ini akan berbeda," papar Netanyahu.
Pada Rabu (9/5), Syrian Observatory for Human Rights mengatakan serangan udara di dekat Damaskus telah menewaskan sedikitnya 15 orang, termasuk delapan warga Iran. Israel tidak membenarkan atau menolak telah bertanggung jawab atas serangan itu.
Namun Israel mengatakan mereka telah bersiaga tinggi untuk kemungkinan adanya serangan yang dilakukan oleh pasukan Iran di Suriah, setelah Teheran bersumpah untuk membalas serangan pada 9 April. Israel telah berjanji untuk mencegah Iran dan Hizbullah membentuk front Lebanon-Suriah.
Dalam kunjungannya ke Moskow yang berlangsung selama 10 jam, Netanyahu dan Putin bersama-sama merayakan peringatan berakhirnya Perang Dunia II. Israel dan Rusia mengakui peringatan itu jatuh pada 9 Mei, sementara sebagian besar negara Barat memperingatinya pada 8 Mei.
"Ketika presiden Rusia mengundang perdana menteri negara Yahudi untuk berdiri di sampingnya pada pawai yang melambangkan kemenangan Red Army atas Nazi, maka simbol itu sangat signifikan," kata Menteri Intelijen Israel, Israel Katz, pada situs berita Ynet.