REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Hasil Pemilihan umum Malaysia memenangkan Pakatan Harapan, koalisi yang mengusung Mahathir Mohamad sebagai calon Perdana Menteri (PM). Pengamat Hubungan Internasional dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah, Eva Mushoffa melihat, hasil ini tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi politik di Indonesia.
Figur Mahathir yang sempat memimpin Malaysia pada 1981 hingga 2003 tidak bisa ditemui di Indonesia. Eva melihat, menyamakan Mahathir dengan sosok Prabowo sebagai sesama oposisi pun tidak bisa dilakukan. "Keduanya termasuk incomparable (tidak setara untuk dibandingkan)," tuturnya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (10/5).
Perbedaan kedua figur nasional ini terletak pada pencapaian. Apabila Mahatahir jelas sudah berhasil memajukan ekonomi Malaysia melalui Malaysia Vision 2020, Prabowo belum sampai pada tahap tersebut. Ketua umum Partai Gerindra ini belum memilik rekam jejak nyata untuk bisa meraih pencapaian seperti Mahathir sekarang.
Perbedaan isu dominan antara Malaysia dengan Indonesia turut menjadi penyebab minimnya pengaruh kemenangan Mahathir di sini. Dinamika politik Indonesia masih didominasi isu agama, terutama Islam, sementara bidang ekonomi masih menjadi isu sekunder. "Sedangkan, di Malaysia kebalikannya. Ekonomi menjadi fokus perhatian, isu agama berada di posisi kedua," ujar Eva.
Sebelumnya, aliansi partai oposisi yang dipimpin Mahathir Mohamad berhasil memenangkan pemilihan umum Malaysia. Hasil resmi ini diumumkan pada Kamis (10/5). Kemenangan tersebut menandakan kembalinya Mahathir sebagai perdana menteri, jabatan yang pernah dijalaninya selama 22 tahun.
Hasil resmi menunjukkan, Pakatan Harapan pimpinan Mahathir memenangkan 113 dari 222 kursi parlemen. Sementara koalisi pemerintahan Najib Razak yang berkuasa, Barisan Nasional (BN), hanya meraih 79 kursi.