REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris Theresa May dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sepakat untuk mengadakan pertemuan terkait Iran. Pertemuan akan membahas seputar dampak operasional sejumlah korporasi terkait sanksi ekonomi Iran.
"Perdana Menteri mengungkapkan potensi dampak terhadap perusahaan yang bekerja sama dengan Iran menyusul sanksi ekonomi AS," kata Juru Bicara Theresa May, Sabtu (12/5).
Pemaparan potensi dampak yang muncul disampaikan May saat menghubungi Trump. Kedua negara kemudian sepakat untuk melakukan pertemuan guna membahas solusi atas permasalahan yang ada.
Juru bicara itu mengatakan, Inggris dan negara-negara Eropa tetap memberikan komitmen terhadap kesepakatan nuklir Iran. Eropa menilai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) merupakan cara terbaik untuk mencegah Iran mengembangkan persenjataan nuklir.
Presiden Donald Trump telah memutuskan menarik AS dari perjanjian nuklir Iran pada Selasa (9/5). Paman Sam juga kembali memberlakukan kembali sanksi ekonomi kepada Tehran. Trump menyebut kesepakatan nuklir Iran merupakan bencana memalukan untuk AS.
Trump menilai kesepakatan tersebut banyak kecacatan sehingga tidak perlu bagi AS untuk tetap berada di dalamnya. Menurut dia, perjanjian itu akan memicu perlombaan nuklir di kawasan Timur Tengah. Sanksi yang akan diberlakukan berupa membatasi kemampuan Iran untuk menjual minyak atau bisnis di luar negeri.
Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan mundurnya AS dari kesepakatan nuklir Iran tidak serta merta membubarkan kesepakatan tersebut. Le Drian tak menampik bahwa dirinya cukup kecewa atas keputusan Trump. Menurutnya, keputusan tersebut dapat berdampak pada stabilitas di kawasan.
Hal itu pun diutarakan Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Keduanya mengaku menyayangkan dan prihatin atas keputusan yang diambil Trump.