REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Penduduk desa Rohingya yang berbicara kepada delegasi Dewan Keamanan PBB di Rakhine pekan lalu kini bersembunyi karena ditargetkan oleh badan keamanan Myanmar. Hal itu diungkapkan oleh salah satu anggota masyarakat.
Penduduk desa tersebut berbicara kepada delegasi saat mereka berkunjung ke Rakhine utara bulan ini. Mereka kemudian menceritakan kekerasan yang mereka alami oleh militer Myanmar. Kini mereka terpaksa melarikan diri setelah badan keamanan meluncurkan perburuan untuk mereka.
Seorang wartawan Rohingya mengaku kepada the Guardian bahwa sebelum datangnya delegasi itu, pihak berwenang di kota Maungdaw telah memperingatkan Rohingya di desa-desa sekitarnya agar tidak memberi tahu apa pun yang merugikan tentang pemerintah atau pasukan keamanan. "Siapa pun yang tidak mematuhi peringatan akan menghadapi konsekuensi keras, pihak berwenang mengancam," kata wartawan itu.
Sebagian besar penduduk menolak untuk berbicara dengan utusan tersebut setelah ancaman itu keluar. Sementara di desa Nolboinna, tiga remaja laki-laki dan seorang wanita setengah baya bersedia menentang perintah dan menceritakan semuanya kepada utusan Dewan Keamanan PBB itu.
Segera setelah utusan tersebut meninggalkan Nolboinna, agen dari Sa Ra Pa atau unit intelijen militer dan penjaga perbatasan polisi (BGP) Myanmar tiba di desa mencari Rohingya yang telah berbicara dengan mereka. Sekarang mereka terpaksa melarikan diri demi keselamatan mereka.
"Beberapa agen intelijen yang menemani utusan telah memfilmkan percakapan antara penduduk desa Rohingya dan utusan di Nolboinna," kata wartawan, yang meminta untuk tetap tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan.
Agen Sa Ra Pa menunjukkan beberapa klip video itu kepada administrator desa dan penduduk desa Nolboinna lainnya dan meminta bantuan mereka untuk mencari tahu empat warga desa Rohingya. "Kami tidak tahu apakah mereka masih di Myanmar atau telah menyeberang ke Bangladesh," ujarnya.
Administrator dan penduduk desa lainnya mengatakan kepada militer bahwa mereka tidak tahu keberadaan tiga anak laki-laki dan perempuan itu. Akan tetapi menurut seorang aktivis politik Rohingya yang berbasis di Bangladesh Ko Ko Linn, badan-badan keamanan masih melakukan pencarian di seluruh desa di wilayah itu.
"Karena berbicara jujur, keempat penduduk desa Rohingya menanggung konsekuensinya. Seperti yang terjadi dalam kasus beberapa orang lain di masa lalu, mereka diburu oleh pasukan Myanmar," kata Linn.
Selama kunjungan seharian ke Rakhine pada 1 Mei, utusan DK PBB mengunjungi beberapa desa Rohingya. Kunjungan itu bertujuan untuk mendengar pengalaman langsung kekerasan selama penumpasan keamanan dari sebanyak mungkin warga desa Rohingya.
Sebagai hasil dari temuan mereka di perjalanan, pada Rabu (9/5), Dewan Keamanan PBB menyerukan kepada Myanmar untuk mempercepat upaya untuk memastikan kembalinya Rohingya yang aman. Pihaknya juga meminta agar Myanmar segera menahan para pelaku serangan yang bertanggung jawab terhadap minoritas Muslim.
Dalam sebuah rancangan laporan, anggota dewan menyerukan kepada pemerintah Myanmar untuk melakukan penyelidikan transparan atas tuduhan penyalahgunaan hak asasi manusia dan pelanggaran.
Beberapa laporan penduduk desa Rohingya ditargetkan oleh badan keamanan setelah mereka melaporkan pelecehan dan kekerasan terhadap pengamat dan media internasional juga terjadi di masa lalu. Perempuan Rohingya Noor Jahan dan Jamalida Begum terpaksa melarikan diri ke Bangladesh pada Desember 2016 setelah berbicara dengan wartawan. Sementara empat pria yang menceritakan kepada mantan jenderal keamanan PBB Kofi Annan tentang penderitaan mereka, telah dipenjara.