Ahad 13 May 2018 19:58 WIB

Al Walaja, Desa Palestina yang Perlahan Terhapus dari Peta

Tanah-tanah mereka banyak yang disita untuk dijadikan permukiman Yahudi

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Budi Raharjo
Demonstran Palestina bersitegang dengan tentara Israel saat perayaan Nakba di El Walaja, Tepi Barat, Palestina.
Foto: Reuters/Ammar Awad
Demonstran Palestina bersitegang dengan tentara Israel saat perayaan Nakba di El Walaja, Tepi Barat, Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID,YERUSALEM -- Di pertengahan abad lalu, penduduk Desa Al Walaja yang terletak tidak jauh dari Yerusalem, menganggap diri mereka sangat beruntung. Tanah mereka adalah perbukitan yang subur untuk menanam sayur dan buah, dekat dengan jalur kereta api era Ottoman yang menghubungkan Yerusalem dengan pelabuhan Mediterania, Jaffa.

Di dekat stasiun, para petani Al Walaja selalu menjajakan kacang, lada, dan ketimun dari kebun mereka. Mohammed Salim, yang diperkirakan berusia 80 tahun, mengaku masih mengingat ladang luas yang dimiliki oleh keluarga-keluarga di desa tersebut.

Namun menurut kesaksian Salim, dua peperangan telah memaksa semua penduduk desa untuk mengungsi dan merelakan tanah milik mereka. Tanah-tanah mereka banyak yang disita untuk dijadikan permukiman Yahudi.

Dalam dua dekade terakhir, dinding beton yang menjulang dan kawat berduri telah membagi desa itu menjadi dua. Israel mengklaim sebagian besar wilayah Al Walaja, sementara sebagian kecilnya masih dihuni oleh sedikit penduduk desa.

Setiap 15 Mei, warga Palestina memperingati Hari Nakba, atau hari "malapetaka", saat ratusan ribu orang dipaksa keluar dari rumah mereka atau melarikan diri ditengah-tengah pertempuran yang menyertai penciptaan negara Israel pada 1948. Bagi penduduk Al Walaja, Nakba adalah awal dari perjuangan mereka untuk bertahan hidup selama tujuh dekade.

Salim dan sepupunya, Umm-Mohammed, mengingat pertempuran yang berkobar pada 1948. Perang sipil antara pasukan Yahudi dan milisi Arab meletus ketika Inggris berusaha mundur.

Warga Al Walaja telah mendengar desas-desus tentang pembantaian ratusan warga di Desa Deir Yassin oleh paramiliter Zionis. Bertekad untuk tidak mengalami nasib yang sama, mereka kemudian melarikan diri pada Oktober di tahun itu.

"Sebagai seorang anak, peluru itu tampak seperti semangka yang terbang di langit," kata Umm-Mohammed. Ia ingat, ayahnya memeluknya dengan satu tangan dan memeluk saudara laki-lakinya di tangan yang lain saat mereka berjalan melintasi rel kereta api dan menaiki bukit di sisi lain.

Kami membangun rumah-rumah kayu di sana. Kami pikir kami akan kembali setelah pertempuran berhenti," ungkap kata Umm-Mohammed, seperti diberitakan laman The Guardian.

Menurut UNRWA, badan PBB yang bertanggung jawab atas pengungsi Palestina, sekitar 70 persen dari tanah Al Walaja telah hilang setelah Israel dan negara-negara Arab menarik garis demarkasi pada 1949. Dari 1.600 penduduk asli Al Walaja, sebagian besar melarikan diri ke negara-negara tetangga. Hanya sekitar 100 orang yang masih menetap.

Setelah perang enam hari pada 1967, Israel kemudian mencaplok Yerusalem timur dan memperluas batas kota dengan memotong Al Walaja menjadi dua. Hukum Israel, termasuk pembatasan mendirikan bangunan, telah diberlakukan, meskipun beberapa penduduk di Al Walaja diberi hak tinggal.

Bekas pangkalan militer Ottoman di bagian atas desa telah diambil alih oleh Inggris, Yordania, dan akhirnya Israel. Di era 1970-an, situs itu berubah menjadi permukiman Yahudi bernama Har Gilo, yang dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional.

Pada awal 2000-an, Israel mulai membangun penghalang untuk menghalau kekerasan, termasuk bom bunuh diri. Al Walaja semakin terisolasi lebih jauh oleh dinding beton. Dinding Israel sekarang mengelilingi Al Walaja di tiga sisi dan mengisolasi sekitar 30 persen dari tanah yang tersisa.

"Dinding ini telah menjadi pengepungan di sekitar desa," kata Khader Al Araj (47 tahun) presiden dewan desa. Dia bergegas pergi ke lemari arsip logam yang penuh dengan peta beranotasi. "Semua tanah kami telah diambil," tambahnya.

Saat ini ada sekitar 2.600 penduduk Palestina yang menempati Al Walaja. Dalam beberapa dekade terakhir, polisi Israel telah mendirikan sejumlah pos pemeriksaan di lembah yang membuat penduduk tidak bisa lewat. Ladang yang terisolasi juga tidak bisa digarap.

Ancaman terbaru bagi penduduk desa adalah pembangunan taman nasional Israel di lembah Al Walaja. Taman nasional yang dibangun di wilayah pendudukan diduga bertujuan untuk mencegah warga Palestina membangun rumah.

Meski demikian, Al Walaja masih terlihat sebagai salah satu desa paling menawan di Yerusalem. Pohon-pohon aprikot dan bunga-bunga berbaris di jalan-jalannya yang berkelok-kelok, yang ditanam di titik kecil tanah yang masih dimiliki penduduk.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement