Rabu 16 May 2018 19:41 WIB

Guatemala Jadi Negara Kedua Pindahkan Kedubes ke Yerusalem

Pemindahan Kedubes Guatemala untuk Israel ke Yerusalem hanya dua hari setelah AS.

Red: Nur Aini
Warga Palestina bentrok dengan pasukan Israel setelah protes terhadap pembukaan kedutaan AS di Yerusalem, di kota Betlehem, Tepi Barat, Senin, 14 Mei 2018.
Foto: AP Photo/Majdi Mohammed
Warga Palestina bentrok dengan pasukan Israel setelah protes terhadap pembukaan kedutaan AS di Yerusalem, di kota Betlehem, Tepi Barat, Senin, 14 Mei 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Guatemala membuka kedutaan besarnya di Yerusalem pada Rabu (16/5), dua hari setelah Amerika Serikat meresmikan kedutaannya di kota yang diperebutkan itu.

Pasukan Israel membunuh puluhan warga Palestina, yang berunjuk rasa di perbatasan Gaza, pada Senin ketika pembukaan Kedutaan Besar AS di Yerusalem oleh pemerintahan Presiden Donald Trump. Hal itu memanaskan ketegangan hingga ke titik sangat parah setelah demonstrasi anti-Israel berlangsung berminggu-minggu.

Presiden Guatemala Jimmy Morales dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadiri pembukaan kedutaan Guatemala pada Rabu di gugus perkantoran di Yerusalem barat.

Guatemala adalah salah satu dari sedikit negara pendukung keputusan Trump pada Desember untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Guatemala juga menjadi negara kedua, yang memindahkan kedutaannya ke kota suci itu.

Sementara itu, Paraguay mengatakan akan memindahkan kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem pada akhir Mei. Langkah Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel merupakan pembalikan kebijakan yang telah dianut berpuluh-puluh tahun oleh Amerika Serikat dan membuat dunia Arab serta sekutu-sekutunya di Barat kecewa.

Status Yerusalem merupakan salah satu rintangan paling rumit dalam upaya mewujudkan perjanjian perdamaian antara Israel dan Palestina. Palestina, dengan dukungan luas dari dunia internasional, menginginkan Yerusalem Timur, yang direbut oleh Israel dalam perang Timur Tengah 1967, dijadikan ibu kota negaranya.

Israel menganggap seluruh bagian Yerusalem, termasuk wilayah timur yang dicaploknya setelah konflik 1967, sebagai ibu kotanya. Pemerintah Trump mengatakan bahwa perbatasan akhir kota itu harus ditentukan oleh pihak-pihak tersebut.

Masyarakat internasional tidak mengakui kedaulatan Israel atas seluruh wilayah Yerusalem dan mengatakan bahwa status akhir kota itu harus ditentukan melalui perundingan perdamaian.

Pada hari Amerika Serikat meresmikan kedutaannya di Yerusalem, Israel menembaki hingga tewas 60 warga Palestina dalam rangkaian unjuk rasa di perbatasan Gaza. Peristiwa itu menjadi hari paling berdarah di Gaza sejak perang dengan Israel pada 2014.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement