Kamis 17 May 2018 06:54 WIB

Liga Arab akan Gelar Pertemuan Bahas Yerusalem

Internasional menganggap Israel bertanggung jawab atas kebuntuan proses perdamaian.

Warga Palestina bentrok dengan pasukan Israel setelah protes terhadap pembukaan kedutaan AS di Yerusalem, di kota Betlehem, Tepi Barat, Senin, 14 Mei 2018.
Foto: AP Photo/Majdi Mohammed
Warga Palestina bentrok dengan pasukan Israel setelah protes terhadap pembukaan kedutaan AS di Yerusalem, di kota Betlehem, Tepi Barat, Senin, 14 Mei 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Liga Arab, yang berpusat di Ibu Kota Mesir, Kairo, berencana mengadakan pertemuan darurat pada Kamis (17/5), mengenai Yerusalem. Pertemuan digelar setelah Amerika Serikat memindahkan Kedutaan Besarnya untuk Israel ke kota suci Yerusalem yang menjadi sengketa itu.

"Pertemuan itu telah diserukan oleh Arab Saudi dan direncanakan membahas cara yang mungkin untuk menghadapi pemindahan Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem," kata kantor berita resmi Mesir, MENA, yang mengutip satu sumber diplomatik.

Pertemuan tersebut akan didahului dengan diskusi persiapan di tingkat wakil tetap negara anggota Liga Arab. Washington meresmikan pembukaan Kedutaan Besarnya di Yerusalem pada Senin (14/5), di tengah protes oleh puluhan ribu orang Palestina di perbatasan Israel dengan daerah kantung terkepung, Jalur Gaza. Bentrokan itu menewaskan sedikitnya 63 orang dan melukai tak kurang dari 2.800 orang lagi.

Xinhua melaporkan, Aagresi Israel terhadap warga Jalur Gaza, yang tak bersenjata, telah memicu kemarahan di wilayah tersebut dan di tingkat internasional.

Protes itu dilancarkan bersamaan dengan peringatan ke-70 deklarasi kemerdekaan Israel, sehari sebelah "Hari Nakba (Bencana)" Palestina, untuk menandai pengusiran sebanyak 750 ribu orang Palestina dari rumahnya sehingga mereka menjadi pengungsi pada 1948.

Korban kekerasan tentara Israel pada Senin membuat jumlah korban jiwa di pihak warga Palestina bertambah jadi 112 sejak pemrotes Palestina memulai "Pawai Akbar Kepulangan" mereka pada penghujung Maret untuk memperingati tahun ke-42 "Hari Tanah". Rakyat Palestina menuntut hak mereka bagi kepulangan pengungsi Palestina.

Masyarakat internasional menganggap Israel bertanggung-jawab atas kebuntuan dalam proses perdamaian dengan Palestina karena kebijakan perluasan permukimannya di wilayah pendudukan.

Rakyat Palestina berusaha mendirikan Negara Merdeka dengan Jerusalem Timur sebagai Ibu Kotanya sehubungan dengan penyelesaian dua-negara, yang diusulkan PBB, dengan dasar perbatasan pra-1967.

Israel adalah sekutu nomor satu regional bagi Amerika Serikat. Presiden AS Donald Trump, telah mengakui Kota Yerusalem, yang menjadi sengketa, sebagai Ibu Kota Israel meskipun ada penentangan regional dan internasional.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan negaranya tidak akan pernah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Turki pun tak akan menerima langkah Amerika Serikat memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem. Kebijakan tersebut dinilainya telah mendorong Israel semakin brutal menindas warga Palestina.

"Kami tidak akan pernah menerima upaya AS memindahkan kedutaan ke Yerusalem dan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel," kata Erdogan dalam sebuah konferensi pers bersama Perdana Menteri Inggris Theresa May di London pada Selasa (15/5), dikutip Anadolu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement