REPUBLIKA.CO.ID, COXS BAZAR -- Badan anak-anak PBB, Unicef, menyebut, sekitar 60 bayi dilahirkan per hari di kemah pengungsian Rohingya di Bangladesh.
Unicef mengatakan, sejak krisis dimulai, lebih dari 16 ribu bayi telah lahir di kemah-kemah pengungsian. Namun, hanya sekitar 3.000 bayi yang dikirim ke fasilitas kesehatan.
"Sekitar 60 bayi setiap hari lahir dalam kondisi yang memprihatinkan. Jauh dari rumah, ibu yang menjadi korban kekerasan, trauma, dan, kadang-kadang, pemerkosaan," kata Perwakilan Unicef di Bangladesh, Edouard Beigbeder.
Menurut Beigbeder, Unicef tidak bisa mengetahui jumlah bayi yang lahir akibat kekerasan seksual. Hal itu dinilainya sulit diidentifikasi. "Sangat penting bahwa setiap ibu baru dan hamil harus menerima semua bantuan dan dukungan yang mereka butuhkan," katanya.
Seorang pejabat kementerian kesehatan Bangladesh mengatakan, sejauh ini 18.300 perempuan hamil telah diidentifikasi di kemah pengungsian. Namun, diperkirakan jumlah perempuan hamil mencapai 25 ribu orang.
Serangan gerilyawan Rohingya di pos-pos keamanan di negara bagian Rakhine Myanmar, Agustus lalu, memicu operasi militer Myanmar. Pada November 2017, militer Myanmar merilis laporan yang membantah semua tuduhan pemerkosaan oleh pasukan keamanan.
Pada Maret 2018, PBB meluncurkan seruan untuk membantu pengungsi Rohingya sebanyak 951 juta dolar AS. Akan tetapi, dana yang terkumpul hanya kurang dari 20 persen.
Hampir 700 ribu orang Rohingya melarikan diri ke Cox's Bazar, Bangladesh, untuk menghindari aksi militer Myanmar. PBB, Amerika Serikat, dan Inggris menyebut tindakan Myanmar sebagai pembersihan etnis. Myanmar membantah tuduhan tersebut.