REPUBLIKA.CO.ID, QUEENSLAND -- Pasangan pertama yang dituntut atas tuduhan mutilasi alat kelamin perempuan di Queensland akan menghadapi hari pertama persidangan hari ini. Setelah mereka diduga membawa dua gadis berusia sembilan dan 12 tahun ke Afrika untuk menjalani sunat perempuan.
Pria dan wanita Afrika, yang tidak dapat disebutkan namanya karena alasan hukum, dituntut pada tahun 2015 dengan dua tuduhan. Masing-masing mengeluarkan seorang anak dari negara bagian Queensland untuk mutilasi kelamin perempuan.
Pelanggaran itu diperkenalkan sebagai undang-undang 18 tahun yang lalu, dan beresiko hukuman hingga 14 tahun penjara. Tapi ini adalah kasus pidana pertama yang dilakukan pengadilan di Queensland.
UNICEF memperkirakan setidaknya 200 juta anak perempuan dan wanita secara global telah menjalani praktik yang juga dikenal sebagai sunat perempuan, atau mutilasi/pemotongan genital perempuan (female genital mutilation/cutting atau FGM/C). Namun, UNICEF menyatakan jumlah pasti gadis dan wanita di seluruh dunia yang hidup dengan FGM/C masih belum diketahui.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan mutilasi kelamin perempuan mencakup semua prosedur yang melibatkan pengangkatan sebagian atau keseluruhan alat kelamin wanita eksternal, atau cedera lain pada organ kelamin perempuan untuk alasan non-medis. WHO mengatakan itu terjadi di 30 negara termasuk Afrika, Timur Tengah dan Asia dan tidak dianggap sebagai tradisi agama, tetapi budaya.
Dia mengatakan dalam beberapa budaya akan menunggu sampai gadis-gadis cukup dewasa untuk menikah sebelum menyunat mereka. Ia mengatakan tujuan utamanya adalah untuk mengendalikan seksualitas mereka.
"Karena budaya bahwa wanita adalah seorang istri dan seorang ibu," kata Abraham.