REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Human Rights Watch (HRW) mengatakan tentara Mesir telah menghancurkan ribuan rumah, properti bisnis, dan lahan pertanian di Sinai utara. Aksi penghancuran ini diyakini sebagai bagian dari operasi militer untuk melawan kelompok pemberontak yang berafiliasi dengan ISIS.
Dalam sebuah laporan yang dirilis pada Selasa (22/5), HRW mengungkapkan ada banyak penduduk Sinai yang terpaksa mengungsi. Menurut pantauan citra satelit, sedikitnya 3.000 rumah dan bangunan komersial yang telah dihancurkan.
"Penghancuran ini diduga dilakukan sebagai aksi pembalasan terhadap tersangka terorisme, pembangkang politik, dan keluarga mereka," ujar laporan tersebut, seperti dikutip laman Aljazirah.
HRW menyatakan aksi militer Mesir ini melanggar hukum, karena melampaui dua zona penyangga keamanan yang ditunjuk pemerintah di kota al-Arish dan Rafah. Warga yang menjadi korban baru-baru ini mengatakan kepada HRW, tentara mulai menghancurkan rumah-rumah dan meratakan lahan pertanian mereka di sekitar Bandara al-Arish.
"Adik laki-laki saya memanggil saya. Dia mengatakan pasukan keamanan datang dan memaksa ibu, nenek, dan adik laki-laki saya untuk keluar dari rumah. Kemudian mereka membakar seluruh bangunan," kata seorang warga Sinai yang tidak menyebutkan namanya.
Direktur Human Rights Watch untuk Timur Tengah, Sarah Leah Whitson, menggambarkan tindakan tentara Mesir sebagai tindakan yang tidak masuk akal dan membantu memperburuk kondisi kemanusiaan di Sinai utara. "Mengubah rumah orang-orang menjadi puing-puing adalah bagian dari rencana keamanan yang sama dengan membatasi makanan dan gerakan untuk menimbulkan rasa sakit pada penduduk Sinai," kata Whitson.
"Tentara Mesir mengklaim mereka melindungi orang-orang dari militan, tetapi tidak masuk akal bahwa menghancurkan rumah dan menggusur penduduk seumur hidup akan membuat mereka lebih aman," tambahnya.
Menurut Tahrir Institute for Middle East Policy, sejak 2013, lebih dari 1.500 serangan militer Mesir telah menewaskan puluhan warga sipil dan ratusan anggota pasukan keamanan di Sinai utara. Namun Pemerintah Mesir mengklaim operasi militernya telah berhasil membasmi kelompok pemberontak di wilayah itu.
Pakar keamanan dan pengamat Semenanjung Sinai, Mohammad Sabry, menilai Pemerintah Mesir hanya mencapai sedikit keberhasilan. "Satu-satunya keberhasilan dari tentara Mesir selama empat tahun terakhir ini adalah menggusur hampir 80 ribu orang dari lebih dari 20 desa di kota Rafah," ujar Sabry, yang pernah menulis buku berjudul Sinai: Egypt's Linchpin, Gaza's Lifeline, Israel's Nightmare.
"Sebagian besar dari mereka benar-benar terlempar keluar dari rumah mereka. Lahan pertanian dan sumber kehidupan mereka hancur, dan mereka dibiarkan terdampar tanpa bantuan apapun. Mereka mayoritas yang sekarang tinggal di gubuk plastik di pinggiran El-Arish dan Bir El-Abd," paparnya.
Dalam sebuah pernyataan publik yang dikutip surat kabar al-Mal pada 3 Mei lalu, Atef Ebied, Kepala Direktorat Pertanian di Provinsi Sinai Utara mengatakan semua lahan pertanian di Rafah dan kota-kota Sheikh Zuwayed telah dihancurkan. Dia juga mengungkapkan hanya 10 persen lahan pertanian di al-Arish yang masih tersisa.