Rabu 23 May 2018 22:15 WIB

Trump: Pertemuan dengan Kim Jong-un Kemungkinan Ditunda

Trump tetap membuka peluang pertemuan dengan Kim Jong-un

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Donald Trump (kiri) dan Kim Jong Un (kanan)
Foto: VOA
Donald Trump (kiri) dan Kim Jong Un (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Korea Utara (Korut)-Amerika Serikat (AS) yang rencananya digelar di Singapura pada 12 Juni mendatang kemungkinan besar tertunda. Hal ini disampaikan Presiden AS Donald Trump seusai bertemu Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in di Washington pada Selasa (22/5).

"Ada kemungkinan yang sangat besar KTT tidak akan berhasil. Dan tidak apa," kata Trump kepada awak media di Gedung Putih.

Kendati demikian, Trump mengatakan bukan berarti penyelenggaraan KTT tidak akan berhasil dalam jangka waktu tertentu. "Tapi mungkin tidak akan berhasil pada 12 Juni. Namun ada peluang bagus bahwa kita akan mengadakan pertemuan," ujarnya.

Ia pun mengatakan Korut sebaiknya benar-benar memanfaatkan peluang bila nantinya KTT betul-betul terlaksana. "Korut memiliki kesempatan untuk menjadi negara yang hebat dan saya pikir mereka harus memanfaatkan peluang itu," kata Trump.

Dalam pertemuannya dengan Moon, Trump memang menyampaikan keraguannya tentang perhelatan KTT Korut-AS. Hal itu terjadi setelah pekan lalu Korut mengancam akan menarik diri dari KTT tersebut.

Ancaman tersebut muncul setelah Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton mengatakan Korut dapat mengikuti proses denuklirisasi seperti Libya, yakni menyerahkan senjata nuklir dengan imbalan keringanan atau pencabutan sanksi. Korut menilai AS terlalu memaksanya untuk segera melepaskan senjata nuklirnya.

"Jika AS mencoba menyudutkan kami dan memaksakan perlucutan senjata nuklir secara sepihak, kami tidak akan lagi tertarik pada dialog semacam itu (KTT)," kata Wakil Menteri Luar Negeri Korut Kim Kye-gwan pekan lalu.

Meskipun KTT Korut-AS terancam tertunda, tetapi Moon tetap optimistis pertemuan itu dapat diselenggarakan sesuai jadwal. Ia mengatakan dirinya menyadari banyak pihak yang skeptis tentang penyelenggaraan KTT tersebut. "Tapi saya tidak berpikir akan ada perkembangan positif dalam sejarah jika kita hanya berasumsi bahwa, karena semuanya gagal di masa lalu, itu akan gagal lagi," ucap Moon.

Moon juga berupaya meyakinkan Trump tentang penyelenggaraan KTT Korut-AS. Ia mengatakan kepada Trump bahwa AS tidak perlu meragukan keinginan Korut untuk mengadakan KTT. Sebelum bertemu Trump, Moon telah melakukan pertemuan dengan John Bolton dan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo. Ketika bertemu keduanya, Moon mendesak agar mereka mempercepat persiapan penyelenggaraan KTT Korut-AS.

Kendati demikian, para pejabat AS secara pribadi menyatakan keprihatinan terhadap Moon yang ingin memperbaiki hubungan dengan Korut. Ia dinilai terlalu melebih-lebihkan keinginan Kim Jong-un untuk bernegosiasi dengan iktikad baik atas pembongkaran senjata nuklirnya.

Hubungan Moon dan Kim membaik setelah keduanya bertemu dalam KTT Korut-Korsel yang digelar di Panmunjeom pada 27 April lalu. Dalam KTT tersebut, Moon dan Kim yang bertemu untuk pertama kalinya, menandatangani Panmunjeom Declaration for Peace, Prosperity, and the Unification of the Korean.

Dalam deklarasi tersebut, Kim da Moon berbagi komitmen tegas untuk mengakhiri segala perpecahan dan konfrontasi yang telah berlangsung sejak berakhirnya Perang Korea pada 1953. Perang itu memang diakhiri dengan gencatan senjata tanpa kesepakatan damai antara kedua negara. Sebagai gantinya, Korut dan Korsel bertekad untuk memasuki era baru rekonsiliasi nasional, perdamaian, dan kemakmuran serta memupuk hubungan antar-Korea secara lebih aktif.

Korut dan Korsel pun berkomitmen untuk melakukan upaya bersama guna mengurangi ketegangan militer antara kedua negara. Hal itu secara praktis akan menghilangkan bahaya meletusnya perang di Semenanjung Korea. Terkait hal ini, Korut dan Korsel sepakat untuk melakukan pertemuan yang intens antara otoritas militer masing-masing, termasuk pertemuan antara menteri pertahanan. Tujuannya adalah untuk membahas dan memecahkan masalah militer yang muncul di antara kedua negara.

Dalam deklarasi itu, Korut dan Korsel juga mengonfirmasi tujuan bersama untuk mewujudkan denuklirasi lengkap, yakni Semenanjung Korea yang bebas nuklir. Kedua negara sepakat berbagi peran dan tanggung jawab untuk merealisasikan hal ini.

Penandatanganan Panmunjeom Declaration for Peace, Prosperity, and the Unification of the Korean merupakan sebuah pencapaian yang cukup bersejarah. Sebab dalam deklarasi ini, Korut, untuk pertama kalinya, menyatakan kesediaan untuk melakukan denuklirisasi.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement