REPUBLIKA.CO.ID, Pada pandangan pertama dari atas, terumbu karang Subi tampak seperti kota kecil yang bersih dan terencana rapi, lengkap dengan lapangan olahraga, jalan, dan sejumlah bangunan sipil. Namun, kota yang berada di Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan ini ternyata akan segera menjadi markas militer Cina di jantung maritim Asia Tenggara.
Analisis data sektor swasta yang ditinjau oleh Reuters menunjukkan, terumbu karang Subi yang terletak sekitar 1.200 km dari pantai Cina, memiliki 400 bangunan perorangan. Angka ini jauh lebih banyak daripada jumlah bangunan yang didirikan di pulau-pulau kecil Cina lainnya.
Data dari Earthrise Media, sebuah kelompok nirlaba, yang didasarkan pada survei gambar resolusi tinggi yang diperoleh dari satelit Digital Globe menunjukkan, Cina mulai mengeruk terumbu karang di Laut Cina Selatan pada awal 2014. Gambar-gambar itu memperlihatkan deretan lapangan basket dan berbagai macam bangunan yang beberapa di antaranya diapit oleh sistem radar.
Pendiri Earthrise, Dan Hammer, mengatakan, pengamatan timnya hanya mencakup struktur yang berdiri secara bebas, permanen, dan dapat dikenali. "Ketika saya melihat foto-foto ini saya hanya melihat pangkalan standar di daratan tersebut dan itu luar biasa, sampai ke lapangan basket," kata analis keamanan Singapura, Collin Koh, setelah meninjau data dan gambar dari Earthrise.
Terumbu karang Subi adalah yang terbesar dari tujuh pulau buatan Cina di Kepulauan Spratlys. Tiga pulau terbesar, yaitu Subi, Mischief, dan Fiery Cross, semua memiliki infrastruktur yang sama, termasuk gudang rudal, landasan pacu sepanjang 3 km, fasilitas penyimpanan yang luas, serta berbagai instalasi yang dapat melacak satelit, aktivitas militer asing, dan komunikasi.
Menurut analisis Earthrise, terumbu karang Mischief and Fiery Cross memiliki hampir 190 bangunan dan struktur individual. Skala ini jauh lebih besar dibandingkan pembangunan yang dilakukan Vietnam di Pulau Spratly, Filipina di Pulau Thitu, and Taiwan di Pulau Itu Aba, yang seluruhnya ada di Laut Cina Selatan.
Pulau Subi, Mischief, dan Fiery Cross masing-masing dapat menampung resimen sebanyak 1.500 hingga 2.400 tentara. Belum jelas apa sebenarnya niat Cina meski sejumlah pengamat mengatakan Beijing tengah merasa terancam oleh kegiatan patroli navigasi bebas yang dilakukan AS.
Cina telah secara konsisten mengatakan fasilitas yang dibangun di pulau reklamasi di Laut Cina Selatan bertujuan untuk penggunaan sipil dan keperluan pertahanan diri. Cina bahkan menyalahkan Washington karena telah melakukan militerisasi di kawasan itu dengan kebebasan mereka melakukan patroli navigasi.
Gedung Putih telah menyuarakan keprihatinannya terhadap militerisasi Cina di pulau-pulau reklamasi yang masih menjadi sengketa itu. CNBC melaporkan, rudal jelajah antikapal dan sistem rudal dari darat ke udara telah dipasang di Subi, Mischief, dan Fiery Cross.
Pada Rabu (23/5), Pentagon membatalkan undangan untuk Cina yang sebelumnya meminta negara itu untuk bergabung dengan latihan angkatan laut besar AS. Penarikan itu dilakukan karena militerisasi terus-menerus dilakukan oleh Cina di pulau-pulau di Laut Cina Selatan.
Laksamana Philip Davidson, calon komandan pasukan AS di Pasifik, mengatakan, bulan lalu pangkalan militer Cina di Laut Cina Selatan telah lengkap.
Kekurangannya hanyalah belum ada pasukan yang dikerahkan ke pangkalan itu. "Setiap kekuatan yang dikerahkan ke pulau-pulau itu akan dengan mudah menakuti pasukan militer dari semua negara yang mengklaim Laut Cina Selatan," kata Davidson kepada panel Kongres.
Sejauh ini, patroli angkatan laut AS dan penyebaran angkatan laut internasional yang makin meluas di wilayah itu hanya berdampak kecil terhadap rencana Beijing. Sudah ada kapal amfibi Cina yang besar dan kapal-kapal lain yang telah menggunakan pangkalan laut besar di Fiery Cross, Subi, dan Mischief. ¦ reuters ed: yeyen rostiyani