REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in pada Senin (28/5) memperkirakan akan ada lebih banyak lagi pertemuan puncak mendadak dengan Korea Utara (Korut). Itu karena pejabat Amerika Serikat (AS) berusaha menghidupkan kembali suatu pertemuan yang akan menjadi pertemuan bersejarah antara Presiden Donald Trump dan Kim Jong-un.
Moon dan Kim mengadakan pertemuan mengejutkan pada hari Sabtu (26/6) di desa perbatasan Panmunjeom. Mereka sepakat bahwa konferensi tingkat tinggi (KTT) AS-Korut harus diadakan. "Apa yang lebih penting daripada apa pun dari pertemuan antar-Korea terbaru adalah bahwa para pemimpin mudah berhubungan, dengan mudah membuat janji dan mudah bertemu untuk membahas masalah-masalah mendesak, tanpa prosedur dan formalitas yang rumit, seperti pertemuan biasa," kata Moon.
Trump pekan lalu menarik diri dari pertemuan dengan Kim, yang direncanakan pada 12 Juni di Singapura. Kemudian mengumumkan lagi dia telah mempertimbangkan kembali dan bahwa para pejabat Amerika dan Korut bertemu untuk membuat rincian.
Pada Ahad (27/5), Departemen Luar Negeri AS mengatakan para pejabat AS dan Korut telah bertemu di Panmunjeom, sebuah desa di Zona Demiliterisasi (DMZ) yang membentang di perbatasan bersenjata antara Korut dan Korsel. Sedangkan menurut Gedung Putih, tim "pra-lanjutan" dari pejabat AS juga melakukan perjalanan ke Singapura untuk bertemu dengan warga Korea Utara di sana.
Gedung Putih juga mengatakan Trump dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe membahas Korut melalui telepon pada hari Senin (28/5). Pihaknya menegaskan bahwa mereka akan bertemu sebelum perkiraan dilaksanakannya KTT AS-Korut.
"Trump dan Abe menegaskan keharusan bersama untuk mencapai pembongkaran lengkap dan permanen senjata nuklir, kimia, dan biologis Korut serta program rudal balistik," kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan.
Sementara Trump dan Kim tampak bersemangat untuk menggelar KTT, kedua belah pihak tetap terpisah jauh dalam isu utama denuklirisasi. Korut menolak tuntutan AS untuk secara sepihak meninggalkan program senjata nuklir yang sekarang mengancam AS.
Kantor berita Jepang Kyodo mengutip Abe yang mengatakan kedua pemimpin telah setuju untuk bekerja sama untuk membuat pertemuan puncak yang berarti antara presiden AS dan pemimpin Korut. Seorang pejabat AS mengatakan Sung Kim, mantan duta besar AS untuk Korsel dan saat ini menjadi duta besar untuk Filipina, memimpin delegasi Amerika untuk bertemu dengan pejabat Korut di perbatasan.
"Pejabat Pentagon, Randall Schriver juga merupakan bagian dari tim AS, bersama Allison Hooker, seorang ahli Korea di Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih," kata seorang pejabat AS.
Mereka bertemu dengan Choe Son-hui, wakil menteri luar negeri Korut yang mengeluarkan pernyataan marah pekan lalu menyerang Wakil Presiden AS Mike Pence. Ia mengatakan itu terserah kepada AS apakah kedua belah pihak bertemu di ruang pertemuan atau di perang nuklir.
Trump mengutip pernyataan itu ketika mengumumkan pekan lalu bahwa ia menarik diri dari KTT. Departemen Luar Negeri dan Gedung Putih menolak memberikan rincian pembicaraan terbaru.
Sementara itu, saham Asia sebagian besar menguat karena tanda-tanda bahwa AS dan Korut masih bekerja untuk menggelar pertemuan puncak. Analis percaya bahwa pihak AS akan berusaha untuk menentukan apakah Korut bersedia menyetujui langkah-langkah yang cukup terhadap denuklirisasi untuk memungkinkan pertemuan puncak berlangsung.
"Mengirimkan tim yang berpengalaman dan profesional seperti itu memberi sinyal bahwa pemerintah Trump semakin serius mengenai spesifikasi perjanjian," kata Abraham Denmark, mantan asisten sekretaris deputi pertahanan AS untuk Asia Timur.
Ini juga merupakan pengakuan implisit bahwa menjalankan negosiasi ini di luar ruang Oval tidak berhasil, dan pejabat tingkat lebih rendah diperlukan untuk menyelesaikan rinciannya sebelum pertemuan puncak dapat dilakukan.