REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- PBB meminta Pemerintah Arab Saudi memberikan informasi tentang penangkapan sejumlah aktivis hak-hak perempuan. Penangkapan tersebut terjadi menjelang pencabutan larangan mengemudi bagi perempuan, yang merupakan bagian dari program reformasi Putra Mahkota Mohammad bin Salman.
Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB mengatakan, Pemerintah Arab Saudi harus memastikan perempuan dan aktivis lainnya yang berada dalam tahanan benar-benar menjalani proses hukum. Penahanan tersebut tentu memicu keraguan akan reformasi yang tengah dilakukan oleh Pangeran Mohammed.
Puluhan aktivis terkemuka ditangkap bulan ini, sehingga menarik ekspresi keprihatinan dari Dewan HAM PBB. Sebagian besar dari aktivis itu adalah perempuan yang selama bertahun-tahun mendesak adanya reformasi yang sekarang sedang dilaksanakan.
Enam perempuan dan tiga laki-laki saat ini masih berada di tahanan. Menurut juru bicara Dewan HAM PBB, Liz Throssell, mereka menghadapi tuduhan yang sangat serius. Keberadaan mereka belum diketahui secara pasti dan sebagian besar dari mereka hanya diizinkan untuk melakukan satu panggilan telepon ke keluarga mereka sejak mereka ditangkap. "Kami mendesak pihak berwenang Arab Saudi untuk mengungkapkan lokasi mereka, dan memastikan hak mereka untuk mendapatkan jaminan proses hukum," kata Throssell.
"Jika, seperti yang terlihat, penahanan mereka terkait dengan pekerjaan mereka sebagai pembela hak asasi manusia dan aktivis isu-isu perempuan, mereka harus segera dibebaskan," kata dia.
Throssell menambahkan, mereka berhak atas perwakilan hukum untuk mengetahui tuduhan terhadap mereka, untuk memiliki akses ke keluarga mereka. Mereka juga berhak untuk dibawa ke pengadilan yang tidak memihak dalam jangka waktu yang wajar.
Ia juga mengatakan, pihak berwenang Arab Saudi harus memberikan informasi tentang keberadaan pangeran Saudi, Nawaf Talal Rasheed, yang dilaporkan hilang sejak dideportasi dari Kuwait pada 12 Mei lalu. Jika ditangkap, Arab Saudi harus menjelaskan penangkapannya atas dasar apa.