REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar Indonesia untuk India Sidharto R Suryodipuro meminta Pemerintah India menerapkan tarif yang bersifat adil dan tidak bertindak diskriminatif terhadap minyak sawit Indonesia. Ia mengungkapkan Pemerintah Indonesia telah menyampaikan surat keberatan terkait kebijakan India yang dinilai akan memukul bisnis kelapa sawit Tanah Air.
Sidharto menyebut India adalah pasar terbesar minyak sawit mentah (CPO) Indonesia. "Jangan hanya tarif minyak sawit yang naik, tetapi minyak nabati lainnya juga naik," kata Dubes Arto dalam wawancara khusus dengan Antara di Jakarta, Senin (28/5).
Menurut Sidharto, Pemerintah India menanggapi keberatan tersebut dengan meminta Indonesia melihat bahwa impor CPO India cenderung naik, hanya volume produk turunannya saja yang berkurang. "Kami juga melakukan riset pasar terhadap harga eceran produk turunan dan di situ tampak bahwa harga eceran produk turunan minyak sawit harganya naik dibanding minyak nabati yang lain seperti minyak kedelai dan minyak bunga matahari," kata dia.
Meski demikian, kedua negara sepakat akan menyelesaikan isu itu melalui konsolidasi bilateral karena minyak sawit adalah produk strategis yang diprioritaskan oleh Pemerintah maupun Perwakilan RI di India.
India telah menaikkan tarif impor CPO pada tingkat tertinggi dalam waktu lebih dari satu dekade. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan dukungan pada petani lokal mereka.
Pada November 2017, India menaikkan tarif impor menjadi 30 persen dari sebelumnya hanya 15 persen. Lantas, pada awal Maret 2018, India menaikkan tarif impor CPO hingga 44 persen dan produk turunannya sebesar 54 persen.
Baca juga: Ekspor Minyak Sawit Indonesia Turun
Angka ini sebenarnya masih dalam batas bound tariff World Trade Organization (WTO) yang mengizinkan pemerintah menaikan tarif impor hingga 300 persen. Namun, penerapan kebijakan itu dinilai Indonesia perlu dikaji ulang karena bukan hanya akan menurunkan pendapatan para pengusaha sawit Indonesia, tetapi juga merugikan masyarakat India sendiri.
Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita berpendapat pemberlakuan tarif itu cukup memukul perekonomian India karena biaya pemenuhan bahan pokok yang berasal dari minyak sawit seperti minyak goreng dan sabun dipastikan ikut naik.
India adalah negara importir terbesar CPO asal Indonesia dengan permintaan yang terus meningkat. Pada 2017 ekspor CPO Indonesia ke India mencapai 7,6 juta ton, atau meningkat 1,84 juta ton dibanding tahun 2016 sebesar 5,7 juta ton.
Rata-rata, India membutuhkan hingga 27 juta ton minyak nabati per tahun dari seluruh dunia.