REPUBLIKA.CO.ID, PORT MORESBY -- Papua Nugini berencana menutup Facebook selama sebulan penuh, sebagai bagian dari percobaan untuk mencegah penyalahgunaan sistematis oleh perusahaan yang didirikan Mark Zuckerberg tersebut. Menteri Komunikasi Papua Nugini Sam Basil mengatakan, Institut Riset Nasional negara itu akan mencari celah untuk melakukan penelitian tentang penyalahgunaan Facebook.
''Waktu akan memungkinkan informasi dikumpulkan untuk mengidentifikasi pengguna yang bersembunyi di balik akun palsu, pengguna yang mengunggah gambar porno, pengguna yang memposting informasi palsu dan menyesatkan di Facebook, untuk difilter dan dihapus,'' kata Basil, dikutip dari Independent, Rabu (30/5).
Ia menyatakan, cara akan membuat aku asli dengan identitas yang benar agar menggunakan jaringan sosial secara bertanggung jawab. Papua Nugini bukan negara pertama yang melarang Facebook.
Sebelumnya Cina, Iran dan Korea Utara memberlakukan pembatasan pada jaringan media sosial tersebut untuk tujuan penyensoran dan kontrol pemerintah yang lebih besar atas komunikasi internet. Namun, ini akan menjadi yang pertama kalinya larangan di seluruh negara diberlakukan dengan kerangka waktu tetap untuk tujuan penelitian.
Penutupan Facebook di negara itu terjadi ketika pemerintah berusaha untuk lebih menegakkan Undang-undang Kejahatan Cyber yang mulai berlaku pada tahun 2016. Namun, pemerintah belum menentukan tanggal larangan tersebut.
Jika Facebook dianggap tidak sesuai dengan undang-undang kejahatan siber Papua Nugini, pemerintah akan melihat kemungkinan menciptakan jejaring sosial baru yang akan melayani warganya dengan lebih baik.
''Kami tidak bisa membiarkan penyalahgunaan Facebook untuk melanjutkan di negara ini. Jika perlu maka kami dapat mengumpulkan pengembang aplikasi lokal kami untuk membuat situs yang lebih kondusif bagi Papua Nugini untuk berkomunikasi di dalam negeri dan luar negeri juga,'' jelas Basil.