Jumat 01 Jun 2018 17:00 WIB

Muslimah Ini Lebih Baik Keluar Denmark daripada Lepas Cadar

Di Denmark, seseorang memakai cadar dan burqa akan didenda sebesar 156 dolar AS

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Bilal Ramadhan
Muslimah Denmark
Foto: cbslife.dk
Muslimah Denmark

REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Larangan bercadar yang baru disahkan parlemen Denmark pada Kamis (31/5) membuat Ayesha Haleem sedikit khawatir. Perempuan keturunan Pakistan yang tinggal di Denmark itu menegaskan, ia lebih baik meninggalkan Denmark daripada harus melepaskan cadarnya dan mematuhi larangan tersebut.

"Saya lebih baik meninggalkan negara ini daripada harus melepas kerudung saya," ungkapnya.

Ia mengaku belum mengetahui akan pergi ke negara mana. Haleem telah mengenakan cadar selama enam tahun terakhir. Ia mengatakan tidak ada seorang pun, termasuk suaminya, yang memaksanya untuk memakai cadar.

"Banyak orang percaya, suami memaksa kita memakai cadar atau burqa. Itu benar-benar salah. Saya memakai cadar bahkan sebelum bertemu suami saya," kata Haleem kepada media Denmark, DR.

Anggota parlemen Denmark melakukan pemungutan suara dengan hasil 75-30 untuk melarang perempuan mengenakan pakaian yang menutupi wajah. Meskipun pemerintah membantah undang-undang (UU) itu ditujukan pada agama tertentu, namun UU tersebut tetap dianggap menargetkan perempuan Muslim.

"Siapa pun yang mengenakan pakaian dengan menyembunyikan wajah di depan umum akan dijatuhi denda," kata UU yang dipersembahkan oleh pemerintah sayap moderat kanan Denmark itu, dikutip Arab News.

UU tersebut juga didukung oleh partai Social Democrats and partai sayap ekstrem kanan Danish Peoples Party. UU akan mulai berlaku pada 1 Agustus mendatang.

Mengenakan burqa, yang menutupi seluruh wajah seseorang, atau cadar, yang hanya menunjukkan bagian mata, di depan umum akan dikenai denda sebesar 156 dolar AS.

Larangan itu juga menargetkan aksesori lain yang menyembunyikan wajah seperti balaclava (masker ninja) dan janggut palsu. Pelanggaran berulang akan didenda hingga 1.568 dolar AS. Tidak diketahui berapa banyak perempuan yang mengenakan cadar dan burqa di Denmark.

"Saya pikir tidak banyak yang memakai burqa di sini di Denmark. Tetapi jika Anda melakukannya, Anda akan dijatuhi denda," kata Menteri Kehakiman Denmark, Soren Pape Poulsen, dikutip kantor berita Ritzau pada Februari lalu.

Amnesty International mengutuk UU tersebut dan menyebutnya sebagai pelanggaran diskriminatif terhadap hak-hak perempuan. Terutama terhadap perempuan Muslim yang memilih untuk mengenakan cadar.

"Beberapa pembatasan khusus pada penggunaan penutup wajah penuh untuk tujuan keselamatan publik mungkin sah saja, tetapi larangan ini tidak diperlukan m dan melanggar hak atas kebebasan berekspresi dan beragama," Direktur Amnesty International Eropa, Gauri van Gulik, dalam sebuah pernyataan.

Jika maksud dari UU ini adalah untuk melindungi hak-hak perempuan, maka UU itu gagal dengan tidak adil. Sebaliknya, UU ini justru mengkriminalisasi perempuan karena pilihan pakaian mereka," tambah dia.

Denmark adalah negara terbaru di Eropa yang melarang penggunaan cadar di ruang publik. Larangan ini disebut oleh aktivis hak asasi manusia (HAM) sebagai pelanggaran hak-hak perempuan.

Kelompok-kelompok HAM juga mengatakan UU itu sebenarnya tidak perlu dan tidak proporsional. Penutup wajah penuh selalu menjadi kontroversi di seluruh Eropa.

Tahun lalu, Pengadilan HAM Eropa mengesahkan larangan penggunaan cadar di depan umum di Belgia. Prancis adalah negara Eropa pertama yang melarang niqab untuk digunakan di tempat umum dengan UU yang berlaku pada 2011.

Anggota parlemen Jerman menyetujui larangan parsial untuk menutupi wajah di tahun lalu. Menurut UU Jerman, pegawai negeri dan pejabat lainnya termasuk hakim dan tentara harus membiarkan wajah mereka terlihat. Sementara UU Austria mengenai larangan cadar di ruang publik mulai berlaku tahun lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement