REPUBLIKA.CO.ID Seorang senator independen di Australia Fraser Anning sebelumnya berulang kali menggunakan Twitter untuk melakukan kampanye menentang kedatanghan para migran dan pencari suaka. Ia mengatakan mereka datang ke sini untuk menggantungkan diri pada bantuan sosial.
Senator Anning, yang sebelumnya menjadi wakil dari Partai One Nation pimpinan Pauline Hanson sampai bulan Januari 2018, juga memuji pemerintahan PM Malcolm Turnbull yang berencana memperketat syarat bantuan soial bagi para migran yang baru datang.
Sekarang ini aturan di Australia adalah migran baru harus sudah tinggal selama tiga tahun sebelum bisa mendapatkan tunjangan sosial. Pada RAPBN 2018 yang diumumkan bulan Mei lalu, syarat itu dinaikkan menjadi empat tahun.
Di dalam sidang parlemen, Senator Anning mengatakan bahwa 'tunjangan sosial dan penyediaan rumah menarik minat para migran yang paling buruk jenisnya. Warga transnasional yang datang bukan untuk mencari kesempatan baru, namun mencari hal yang menguntungkan diri sendiri atas beban orang lain.
Dalam cuitannya 11 Mei lalu, Senator Anning mengatakan "Tidaklah mengherankan bahwa 56 persen warga Muslim usia kerja di Australia sekarang ini tidak bekerja."
Apakah pernyataan Senator Anning ini benar? Apakah lebih dari separuh warga Muslim Australia yang bisa bekerja, sekarang ini menggangur?
ABC bekerja sama dengan salah satu universitas di Melbourne RMIT memiliki program bernama Fact Check, yang berusaha melakukan pengecekan mengenai kebenaran fakta yang disampaikan oleh para politisi.
Bagaimana hasilnya?
Senator Anning salah.
Data yang dianalisis Fact Check diambil dari Biro Statistik Australia, yang kemudian dikukuhkan oleh Profesor Ekonomi John Ouiggin dari University of Queensland. Analisis menunjukkan bahwa 43 persen warga Muslim usia kerja tidak sedang bekerja, angka ini jauh lebih kecil dari angka 56 persen yang disebutkan Senator Anning.
Juga terungkap bahwa angka non partisipasi yang tinggi ini - dibandingkan angka non partisipasi nasional sebesar 24 persen - disebabkan karena sebagian besar perempuan Muslim yang tidak bekerja.
Dari mana angka yang didapat Senator Anning?
Ketika ditanya mengenai dari mana angka yang didapat tersebut, juru bicara Senator Anning, Boston White memberikan artikel yang ditulis oleh ekonomi Henry Ergas di harian The Australian yang dimuat 14 September 2015.
Dalam artikel tersebut, Ergas mempertanyakan mengenai jumlah pengungsi yang masuk ke Australia dari sisi agama mereka. Saat itu, pemerintah Australia memperbesar penerimaan pengungsi sebanyak 12 ribu orang untuk menampung pengungsi dari Suriah.
Ergas mengatakan pengungsi Muslim asal Timur Tengah mengalami kesulitan berintegrasi ke dalam perekonomian dan masyarakat Australia karena mereka membawa kebencian terhadap agama lain.
Dalam konteks tersebut, Ergas menulis bahwa '56 persen warga muslim usia kerja di Australia sedang menganggur atau tidak berada di pasar kerja."
Dalam hal ini, Ergas merujuk kepada dua kelompok warga Muslim yang tidak bekerja (mereka yang dalam usia kerja dan sedang mencari kerja) dan mereka tidak di pasar kerja (mereka yang tidak bekerja dan tidak sedang mencari pekerjaan).
Ketika Senator Anning mengambil angka tersebut dari kolom Ergas, dengan membuat cuitan, bahwa 56 persen warga muslim usia kerja tidak sedang berada di pasar kerja.
Data yang ada
Fact Check menggunakan data sensus Australia di tahun 2016 untuk mengecek status kerja warga Muslim di Australia dibandingkan yang lain. Data menunjukkan bahwa warga muslim usia kerja, dibandingkan mereka yang berasal dari agama lain, memiliki tingkat partisipasi kerja paling rendah yaitu 57 persen, disusul warga Budha yaitu 70 persen.
Data ini kemudian dirinci lagi untuk menunjukkan angka partisipasi kerja bagi pria dan perempuan. Angka menunjukkan bahwa partisipasi kerja perempuan Muslim yaitu 42 persen merupakan yang paling rendah.
Perempuan Muslim dan perempuan Budha (65 persen) berada di bawah tingkat rara-rata nasional partisipasi kerja perempuan di Australia yaitu 72 persen.
Bagi pria, gambarannya hampir sama bahwa angka partisipasi pria Muslim juga paling rendah yaitu 70 persen, disusul pria Budha (77 persen) dan keduanya di bawah tingkat partisipasi nasional yaitu 81 persen.
Jelas dari data ini bahwa sangat rendahnya angka partisipasi warga perempuan Muslim membuat angka partisipasi keseluruhan bagi warga Muslim di Australia.
Mengapa angka partisipasi warga Muslim rendah di dunia kerja di Australia?
Sebuah tulisan akademis yang ditulis oleh Beth Cook dari Universitas Newcastle di Australia yang mengkaji pengalamai kerja warga Muslim Australia mengatakan warga Muslim lebih kecil kemungkinan bekerja karena mereka menghadapi diskriminasi.
Cook juga mengatakan ada beberapa faktor lain yang menyebabkan rendahnya partisipasi tersebut yaitu kemampuan bahasa Inggris, sikap majikan, dan masalah budaya serta agama.
Merujuk sebuah penelitian di Inggris di tahun 2005, Cook menulis dalam laporannya bahwa 'kepercayaan agama memiliki dampak besar terhadap kemungkinan warga Muslim yang tinggal di negara-negara Barat mendapat pekerjaan."
Penelitian itu mengatakan bahwa para pencari kerja Muslim akan tidak mau bekerja di tempat seperti:
- Tempat di mana minuman alkohol dijual;
- Tempat berjudi;
- Tempat di mana mereka harus mengurusi makanan yang tidak halal;
- Tempat di mana tidak ada waktu atau tempat yang memadai untuk sholat.
Ada juga masalah lain yang dihadapi oleh warga perempuan Muslim:
- Mereka mengenakan hijab;
- Ingin bekerja dimana semua pekerjanya adalah perempuan;
- Tidak mau bekerja di malam hari atau di pekerjaan di mana harus bertemu dengan orang lain;
- Mereka harus menjalani liburan dalam kalender Islam yang berbeda dengan yang lain, dan juga mereka enggan bersalaman dengan pria yang bukan muhrim.
Lihat artikel selengkapnya dalam bahasa Inggris di sini