REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Beberapa waktu lalu, media sosial dihebohkan dengan penampakan sosok pria di kereta comuter line Jabodetabek yang sangat mirip dengan mantan presiden Soeharto. Rupanya fenomena ini juga dibahas salah satu media Malaysia, the Star Online, Senin (4/6).
Foto itu menangkap pria yang duduk di kursi prioritas di kereta komuter dari kejauhan. Ini pertama kali muncul di akun Twitter fotografer senior Kompas, Arbain Rambey, @arbainrambey, pada 30 Mei lalu.
The Star Online menyebutkan sama seperti meme lain yang telah beredar tentang Soeharto di media sosial, mereka menyambut dengan ejekan dan sorak-sorai untuk pemimpin, yang sering disebut diktator. Hal ini karena cengkeraman militernya yang kuat dan terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia untuk mempertahankan jabatannya yang panjang, juga dikenal sebagai era Orde Baru.
Beberapa mengatakan, mereka merindukan Soeharto karena "memajukan negara". Didorong oleh pejabat pemerintah selama era Orde Baru, Soeharto pernah dijuluki Bapak Pembangunan (Father of Development).
Seorang pengguna Twitter yang mengomentari unggahan tersebut, Paulus M Pangau, mengatakan bahwa Soeharto tidak seperti para pemimpin masa kini yang hanya bisa memiskinkan rakyat mereka. Soeharto adalah Bapak Pembangunan yang banyak berkontribusi di negara ini.
Pengguna lain, @Dani_er, mengatakan Soeharto pantas dikenang karena kepemimpinannya. Hanya selama masa jabatannya, "Dapatkah orang merasa aman, harga makanan pokok stabil, dan pembangunan berjalan lancar," ujarnya.
Pembicaraan terus berspekulasi tentang identitas pria pada foto tersebut. Ada yang menduga dia adalah Koeswali Somadihardja (69 tahun) yang sudah dikenal sebagai orang yang mirip Soeharto.
Koeswali mengatakan, dia telah diberitahui oleh keponakannya bahwa dia tiba-tiba terkenal di internet. Namun, warga Pamulang itu bilang bahwa itu bukan dia. "Terakhir kali saya di kereta api adalah pada tahun 2011," kata Koeswali.
Asvi Warman Adam, seorang sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengatakan bahwa itu normal bagi publik untuk tetap terpesona oleh mendiang presiden Soeharto. Sebab, Soeharto muncul, dalam banyak buku sejarah, sebagai sosok yang bisa memberikan keadilan, keamanan, dan kesejahteraan.
“Tetapi orang-orang ini mungkin tidak menyadari bahwa biayanya jauh lebih besar untuk membiarkan diktator memimpin negara selama beberapa dekade. Banyak pelanggaran hak asasi manusia terjadi saat itu,” kata Asvi.
Soeharto diduga terlibat dalam beberapa pelanggaran hak asasi manusia, seperti pembantaian Tanjung Priok pada awal 1984 dan insiden Talangsari 1989 di Lampung. Dia juga dikaitkan dengan serangkaian penembakan misterius antara 1982 dan 1985, yang dikenal sebagai Petrus, yakni 2.000 orang dilaporkan tewas di seluruh negeri, dengan Militer Indonesia (TNI) dan Polisi Nasional dianggap bertanggung jawab atas pembunuhan, menurut laporan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tahun 2012.