REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Riyadh berhasil menyelamatkan dua warga negara Indonesia (WNI) dari hukuman mati di Arab Saudi, seperti disampaikan dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Senin (4/6).
Dua WNI asal Sumbawa, NTB, Sumiyati binti Muhammad Amin dan Masani binti Syamsuddin Umar lolos dari hukuman mati setelah pengadilan banding Arab Saudi menolak tuntutan qisas terhadap keduanya. Kedua WNI mengucapkan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang telah menugaskan duta besar dan para diplomat KBRI Riyadh selama Sumiyati dan Masani menjalani kasus hukum di Arab Saudi.
Sumiyati dan Masani menyampaikan apresiasi tersebut di acara buka bersama dan perpisahan dengan KBRI Riyadh dan 300 WNI yang hadir di Aula KBRI Riyadh. Kasus hukum Sumiyati dan Masani bermula saat keduanya ditangkap aparat kepolisian Saudi pada 27 Desember 2014 atas tuduhan bersekongkol melakukan sihir santet sehingga anak majikan menderita sakit permanen.
Keduanya juga dituduh bersekongkol membunuh ibu majikan, Hidayah binti Hadijan Mudfa al-Otaibi dengan cara menyuntikkan zat lain dicampur dengan insulin ke tubuh ibu majikan yang menderita diabetes yang mengakibatkan korban meninggal dunia. KBRI Riyadh melakukan pendampingan intensif bagi kedua WNI dalam menjalani proses hukum di persidangan dan secara rutin melakukan kunjungan penjara untuk membekali keduanya dalam menghadapi proses pemeriksaan persidangan.
Dalam sidang ke-10 pada 20 Februari 2016, Pengadilan Pidana kota Dawadmi memutuskan perkara kasus sihir dengan menjatuhkan hukuman ta'zir (dera), masing-masing dihukum penjara di Kota Dawadmi selama 1,5 tahun untuk Sumiyati dan satu tahun untuk Masani. Putusan tersebut didasarkan bukti pengakuan kedua WNI saat di penyidikan yang dilegalisasi pengadilan.
Dalam persidangan pada 10 Agustus 2017, pengadilan memutuskan menolak tuntutan qisas terhadap kedua WNI dengan alasan karena salah seorang ahli waris, Sinhaj Al Otaibi di depan persidangan menegaskan ia mencabut hak tuntutan qisas terhadap kedua WNI tanpa menuntut konpensasi apa pun.
Dubes Maftuh Abegebriel menjelaskan tuntutan qisas harus dilakukan secara konsensus di antara para ahli waris korban dan tidak boleh ada silang pendapat, dan apabila ada salah satu anggota keluarga mencabut maka tuntutan tersebut menjadi gugur. Berangkat dari putusan yang berkekuatan hukum tetap, KBRI melanjutkan proses pencabutan tindakan pencegahan kedua WNI keluar dari Arab dan pengajuan proses izin keluar dari kantor imigrasi.
Dubes Maftuh juga menjelaskan kepulangan dua WNI itu akan didampingi langsung oleh Atase Hukum KBRI Riyadh, Muhibuddin Thaib. Menurut Maftuh, berkaca dari kasus hukum kedua WNI tersebut, penanganan permasalahan hukum WNI, khususnya kasus hukuman mati akan sangat efektif apabila sejak awal proses penyidikan kasusnya dapat dilacak.
Untuk itu, dibutuhkan sikap proaktif dan ke depan diperlukan penguatan para diplomat ahli hukum pidana Islam untuk pendampingan masalah-masalah hukum yang terjadi pada WNI di Arab Saudi.