REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Dua belas orang tewas dalam bom bunuh diri yang ditujukan pada para pemimpin dan ulama Muslim yang berkumpul di sebuah tenda dekat Universitas Politeknik di Kabul, Afghanistan. Juru bicara kementerian dalam negeri Afghanistan, Najib Danish mengatakan bahwa setidaknya 12 orang telah tewas dan selusin lainnya terluka dalam serangan Senin (4/6).
Dia menambahkan bahwa jumlah korban tewas diperkirakan akan meningkat. Menurut polisi, ada tujuh kematian yang dikonfirmasi. "Para penyerang sedang berjalan kaki dekat gerbang universitas," kata Danish dilansir di Aljazirah, Senin (4/6).
Para ulama di seluruh negeri telah berkumpul di tenda untuk mengeluarkan fatwa terhadap pemboman bunuh diri dan perang yang sedang berlangsung di negara itu. Mereka baru saja mencapai kesepakatan yang mengatakan bahwa pemboman bunuh diri itu tidak islami.
Pertemuan itu baru saja selesai dan para ulama keluar dari tenda ketika pelaku meledakkan bom bunuh diri. Hingga saat ini belum ada kelompok yang segera mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu, yang menggarisbawahi keamanan yang memburuk menjelang pemilihan dewan parlemen dan distrik yang ditetapkan untuk Oktober.
Baik Taliban dan ISIS telah meningkatkan serangan terhadap Kabul, menjadikannya tempat paling mematikan di negara itu bagi warga sipil dalam beberapa bulan terakhir. Keamanan di sekitar Kabul menjadi siaga dalam beberapa hari terakhir dengan lebih banyak pos pemeriksaan dan patroli karena pemerintah memperingatkan serangan oleh Taliban terhadap instalasi pemerintah.
Pada hari Rabu pekan lalu, orang-orang bersenjata menyerbu markas besar yang dijaga ketat kementerian dalam negeri, memerangi pasukan keamanan selama lebih dari dua jam. Pada bulan April, setidaknya 26 orang, termasuk sembilan wartawan tewas yang tiba untuk melaporkan ledakan awal dan menjadi sasaran pembom bunuh diri.
Seminggu sebelumnya, setidaknya 57 orang tewas di Kabul ketika seorang pembom bunuh diri meledakkan bomnya di depan pintu pusat distribusi ID di pusat pendaftaran pemilih. Taliban sering mengklaim perjuangan mereka melawan pasukan asing dan pengikut mereka di negara itu adalah perang suci.
Mereka berusaha mengembalikan negara itu ke pemerintahan Islam yang ketat setelah pemecatan mereka tahun 2001 oleh pasukan yang didukung AS.