Selasa 05 Jun 2018 07:48 WIB

Pasukan Sekutu Saudi Dekati Pelabuhan Utama Yaman

Tidak ada rencana pihak sekutu untuk merebut pelabuhan di Laut Merah tersebut

Konflik Yaman
Foto: Youtube
Konflik Yaman

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Saat pasukan sekutu pimpinan Saudi mendekati kota pelabuhan utama Yaman, Hodeidah, badan bantuan mengkhawatirkan pertempuran besar, yang juga akan menutup jalur penting bagi kehidupan jutaan penduduk lapar.

Pejabat tinggi bantuan mendesak kekuatan Barat pemasok senjata dan sandi kepada sekutu itu mendorong kelompok sebagian besar Muslim Sunni Teluk Arab tersebut mengadakan kembali pembicaraan Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Gerakan Houthi sekutu Iran untuk menghindari pertumpahan darah dan mengakhiri perang tiga tahun itu.

Juru bicara sekutu pada Selasa menyatakan pasukan dukungan sekutu berada 20 kilometer dari kota kekuasaan Houthi, Hodeidah. Tapi tidak menentukan apakah ada rencana serangan untuk merebut pelabuhan Laut Merah itu, yang sejak lama menjadi sasaran.

"Pasukan darat sekutu sekarang berada di ambang pintu kota pelabuhan terjaga ketat dan penuh ranjau itu," kata Jan Egeland, sekretaris jenderal Dewan Pengungsi Norwegia, kepada Reuters.

"Ribuan warga lari dari pinggiran Hodeidah, yang sekarang menjadi daerah pertempuran," katanya. "Kita tidak bisa berperang di Hodeidah. Itu seperti perang di Rotterdam atau Antwerpen, yang sebanding di Eropa," katanya.

Pasukan dari Keamiran Arab Bersatu dan pemerintah Yaman diyakini memimpin pasukan sekutu berkumpul di selatan kota berpenduduk 400.000 orang itu, kata pejabat bantuan lain, yang menolak disebutkan namanya.

Pada pekan lalu, kepala bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa Mark Lowcock mendesak sekutu pimpinan Saudi, yang menguasai pelabuhan Yaman, menyalurkan kiriman makanan dan bahan bakar.

Ia memperingatkan bahwa lebih dari 10 juta orang Yaman menghadapi kelaparan pada akhir tahun ini, di samping 8,4 juta sudah sangat kekurangan makanan dalam bencana kemanusiaan terburuk di dunia.

"Hodeidah, yang disebut pertempuran besar, selama 18 bulan ini mengalami pasang surut," kata Robert Mardini, direktur kawasan Timur Tengah Palang Merah Dunia (ICRC), kepada Reuters.

"Itu daerah padat penduduk, tempat gerakan tentara mengancam merenggut sangat banyak nyawa manusia," katanya.

Sekutu itu melancarkan serangan udara di Yaman untuk memulihkan pemerintah, yang diakui internasional, sementara Houthi meluncurkan peluru kendali ke Arab Saudi. Sekitar 10.000 orang tewas dan tiga juta orang mengungsi akibat perang tersebut.

Yaman biasanya mengimpor 90 persen dari makanannya, terutama melalui Hodeidah, tempat pemeriksa Perserikatan bangsa-Bangsa memeriksa kapal untuk memastikan mereka tidak membawa senjata.

"Itu tetap menjadi garis hidup bagi dataran tinggi, tempat sekitar 70 persen orang Yaman tinggal. Itu tentang perlunya memiliki impor," kata Mardini.

"Meskipun semua langkah dilakukan oleh Koalisi untuk meningkatkan impor, yang mencapai Hodeidah sangat kurang dari kebutuhan," katanya.

Egeland menyeru kekuatan Barat -yang dipimpin Inggris, Amerika Serikat dan Prancis- dan Iran, yang bersekutu dengan Syiah Houthi, membantu mencegah bencana. "Keadaannya memaksa untuk diplomasi lebih kuat di kedua pihak," katanya.

"Kami sekarang berpacu melawan waktu untuk betul-betul mendapatkan cukup perbekalan melalui Hodeidah, yang sangat sulit mengingat masih berlanjut pembatasan bahan bakar dan impor lain oleh sekutu," katanya.

"Perang tidak akan berarti apa-apa," demikian Egeland.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement