Selasa 05 Jun 2018 20:31 WIB

Pasukan Koalisi AS Bunuh Ratusan Warga Sipil di Suriah

Pembunuhan warga sipil terjadi saat pasukan koalisi melawan kelompok ISIS.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Tentara berpatroli di sebelah bangunan yang hancur di Kota Raqqa, Suriah, 11 Juni 2017.
Foto: EPA/YOUSSEF RABIE YOUSSEF
Tentara berpatroli di sebelah bangunan yang hancur di Kota Raqqa, Suriah, 11 Juni 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Amnesty International mengatakan pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) telah menewaskan ratusan warga sipil di Kota Raqqa, Suriah, tahun lalu. Saat itu pasukan koalisi tengah melancarkan serangan militer untuk melawan kelompok militan ISIS.

Dalam sebuah laporan terbaru yang diterbitkan pada Selasa (5/6), Amnesty International mewawancarai 112 warga sipil dari empat keluarga di Raqqa. Mereka menceritakan kengerian yang mereka saksikan saat anggota keluarga mereka tewas oleh koalisi pimpinan AS yang menyerbu kota itu mulai 6 Juni hingga 12 Oktober 2017.

Sebuah keluarga besar yang diwawancarai mengaku kehilangan 90 anggota keluarga dan tetangga mereka. Satu keluarga lainnya kehilangan 39 anggota keluarga dari pemboman udara yang tak henti-hentinya dilakukan.

"Ketika begitu banyak warga sipil tewas dalam serangan demi serangan, yang membuat tragedi ini semakin buruk adalah beberapa bulan kemudian insiden-insiden itu belum diselidiki. Para korban layak mendapatkan keadilan," kata Donatella Rovera, Penasihat Penanggulangan Krisis Senior di Amnesty International, dikutip Aljazirah.

Laporan setebal 68 halaman itu berjudul War of annihilation: Devastating Toll on Civilians, Raqqa - Syria. Di dalamnya termasuk investigasi lapangan dari para peneliti Amnesty International yang mengunjungi 42 lokasi serangan udara pasukan koalisi di seluruh kota.

Pasukan Inggris dan Prancis yang tergabung dalam koalisi itu dilaporkan telah melakukan puluhan ribu serangan udara di Raqqa. Namun, pasukan AS bertanggung jawab atas lebih dari 90 persen serangan udara dan 30 ribu tembakan artileri.

Setelah ISIS mengambil alih Raqqa pada Januari 2014, sebagian besar pemerintahannya terhadap penduduk kota dilakukan dengan penindasan, termasuk cambukan di depan umum, eksekusi, serta penangkapan para pembangkang dan aktivis.

Namun, serangan pasukan koalisi pimpinan AS di kota itu justru membunuh ratusan warga sipil dan juga menghancurkan banyak infrastruktur dan bangunan. "Pemerintahan brutal ISIS selama empat tahun di Raqqa penuh dengan kejahatan perang. Tetapi pelanggaran yang dilakukan ISIS, termasuk penggunaan warga sipil sebagai perisai manusia, tidak bisa menjadi alasan bagi koalisi AS untuk melakukan semua tindakan pencegahan yang layak tanpa meminimalkan kerugian bagi warga sipil," papar Rovera.

Rasha Badran dan suaminya, Abdulwahab, kehilangan bayi perempuan mereka, Tulip, dan 38 anggota keluarga lainnya, setelah serangan udara menargetkan dua rumah tempat mereka berlindung. Keluarga Badran telah pindah dari suatu tempat ke tempat lain, mencoba melarikan diri dari serangan udara pasukan koalisi.

Mereka yang selamat kemudian menetap di dua rumah di Harat al-Sakhani, di Raqqa. Akan tetapi pada 20 Agustus tahun lalu pukul 19.00, dua rumah itu dibom. "Hanya saya, suami saya, saudara laki-lakinya, dan sepupunya yang selamat. Saya tidak bisa bergerak atau berbicara. Kemudian suami saya dan saudara laki-lakinya menemukan saya," kata Rasha kepada Amnesty International.

Sebanyak 33 anggota keluarga Badran tewas dalam serangan itu. Rasha dan ketiga keluarganya yang selamat kemudian bersembunyi di bawah reruntuhan sampai keesokan paginya, karena pesawat-pesawat tempur masih berputar di atas mereka.

"Di pagi hari kami menemukan tubuh Tulip. Bayi kami sudah mati. Kami menguburkannya di dekat sana, di dekat pohon. Kedua rumah hancur lebur; tidak ada yang tersisa, hanya ada puing-puing. Saya tidak mengerti mengapa mereka mengebom kami. Bukankah pesawat pengintai melihat bahwa kami adalah keluarga sipil?" ungkap Rasha.

Amnesty International menyerukan koalisi pimpinan AS untuk membuka penyelidikan menyeluruh atas pelanggaran yang dilakukan, yang menyebabkan tewasnya ratusan korban sipil. Selain itu, koalisi juga harus secara terbuka mengakui jumlah warga sipil yang tewas dan properti sipil yang rusak di Raqqa.

Baca: Saudi Terbitkan Surat Izin Mengemudi Pertama untuk Perempuan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement