Kamis 07 Jun 2018 19:32 WIB

Presiden Afghanistan Umumkan Gencatan Senjata dengan Taliban

Namun Afghanistan tetap berperang melawan kelompok militan lainnya seperti ISIS.

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Andi Nur Aminah
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani
Foto: timesofman
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengumumkan gencatan senjata dengan kelompok Taliban sampai 20 Juni, Kamis (7/6). Namun ia juga mengatakan bahwa pihaknya tetap berperang dengan kelompok militan lainnya, seperti ISIS.

Kesepakatan gencatan senjata sampai 20 Juni itu bertepatan dengan berakhirnya bulan Ramadhan, di mana Muslim tengah menjalankan ibadah puasa. Keputusan itu muncul setelah pertemuan ulama Islam dari seluruh negara pekan ini yang mengumumkan fatwa tentang serangan Taliban.

Pengeboman bunuh diri yang diklaim oleh ISIS menewaskan 14 orang di pintu masuk tenda perdamaian ulama di Kabul. Para ulama merekomendasikan gencatan senjata dengan Taliban, dan Ghani mendukung rekomendasi tersebut. Taliban berusaha menerapkan kembali hukum Islam yang ketat setelah pemecatan mereka pada tahun 2001.

"Gencatan senjata ini adalah kesempatan bagi Taliban untuk melakukan introspeksi bahwa kampanye kekerasan mereka tidak memenangkan hati dan pikiran mereka, tetapi justru menjauhkan," kata Ghani dalam pesan di jejaring sosial Twitter setelah pidato di televisi.

"Dengan pengumuman gencatan senjata, kami melambangkan kekuatan pemerintah Afghanistan dan kehendak rakyat untuk resolusi damai terhadap konflik Afghanistan."

Pada Februari lalu, Ghani menawarkan pengakuan terhadap Taliban sebagai kelompok politik yang sah dalam proses politik yang diusulkan. Menurutnya ini dapat menyebabkan pembicaraan untuk mengakhiri perang yang berkepanjangan selama ini.

Ghani mengusulkan gencatan senjata dan pembebasan tahanan di antara berbagai opsi. Berbagai opsi itu termasuk pemilihan baru yang melibatkan militan, dan peninjauan konstitusional dalam perjanjian dengan Taliban untuk mengakhiri konflik. Konflik tersebut tahun lalu saja telah membunuh atau melukai lebih dari 10 ribu warga sipil Afghanistan.

Presiden AS Donald Trump pada bulan Agustus meluncurkan pendekatan militer yang lebih 'menyukai perang' ke Afghanistan. Kampanye itu termasuk gelombang serangan udara, yang bertujuan memaksa Taliban ke meja perundingan di bawah misi Dukungan T Resolute yang dipimpin NATO.

Pasukan keamanan Afghanistan mengatakan dampaknya signifikan, tetapi Taliban berkeliaran di petak besar negara itu. Dengan tingkat pasukan asing sekitar 15.600 dibandingkan dengan 140 ribu pada tahun 2014, tampaknya kecil harapan akan kemenangan militer.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement