REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengadakan acara buka puasa pertamanya di Gedung Putih pada Rabu (6/6) malam waktu setempat. Acara tersebut menuai kritik dari komunitas Muslim di Amerika Serikat karena tidak mengandeng organisasi Muslim terkemuka untuk ikut serta.
Sebelum acara tersebut, Gedung Putih merilis sebuah pernyataan yang mengatakan, Iftar (berbuka puasa) adalah salah satu perayaan keagamaan saat Ramadhan dan kerap dilakukan bersama komunitas. "Orang-orang berkumpul untuk berbuka pausa bersama," tulis pernyataan itu, dilansir di International Business Time, Kamis (7/6).
Gedung Putih menolak untuk merilis daftar tamu dengan alasan protokoler. Tapi, setidaknya, 30 hingga 40 anggota komunitas diplomatik Washington hadir. Duta besar dari sejumlah negara Muslim seperti Yordania, Arab Saudi, Irak, dan Mesir juga hadir.
Dewan Hubungan Islam-Amerika (CAIR) dan Dewan Urusan Publik Muslim merasa dilecehkan oleh Gedung Puth karena tidak menyampaikan undangan kepada mereka. Dengan cara protes, para pendukung Muslim Amerika dan CAIR bersama sejumlah organisasi mengadakan buka puasa di luar Gedung Putih dengan mengambil tajuk, Not Trump's Iftar (Bukan Iftar Trump).
Juru Bicara CAIR, Ibrahim Hooper mengklaim, pihaknya tidak tahu ada aktivis atau pemimpin Muslim yang diundang dalam acara di Gedung Putih. "Sulit untuk melihat acara tersebut sebagai bagian dari kampanye menjangkau komunitas Muslim," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Islam Universitas Duke, Omid Safi, mengatakan, buka puasa di Gedung Putih merupakan tipuan, sandiwara, dan ejekan terhadap kesucian Ramadhan. Acara itu tidak lebih dari upaya demokratis pemerintahan Trump.
Selain CAIR, Islamic Society of North America (ISNA) mengatakan bahwa mereka tidak diundang. Direktur Lintas Agama Isna, Colin Christopher mengatakan, ia percaya daftar tamu dalam buka bersama Trump itu difokuskan pada diplomat dari negara-negara mayoritas Muslim.
"Gedung Putih tampaknya lebih tertarik mengundang para pemimpin pemerintah asing dari negara-negara mayoritas Muslim yang korup, yang menunjukkan kebijakan yang tidak adil terhadap populasi mereka sendiri, yang tampaknya sejalan dengan masa pemerintahan AS saat ini," kata Christopher kepada Huffington Post.
Buka puasa pertama di Gedung Putih diadakan oleh Hillary Clinton pada 1996 yang kemudian dipatahkan Trump pada tahun lalu. Hal itu memicu reaksi dari komunitas Muslim. Bahkan, sebelum ia masuk ke Gedung Putih, Trump diketahui memiliki hubungan yang tegang dengan komunitas Muslim Amerika. Apalagi, ketika ia meminta larangan total bagi Muslim untuk memasuki Amerika.